LBH Jakarta: Laporan Ketidakadilan Proses Peradilan Terbanyak
NAGALIGA — Laporan dugaan pelanggaran hak sipil dan politik menjadi kasus terbanyak yang diterima Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sepanjang 2019. Terdapat 535 kasus dari total 1.496 laporan pengaduan yang masuk. Jenis perkara terbanyak adalah dugaan unfair trial atau ketidakadilan proses peradilan.
Ketua LBH Jakarta Arif Maulana mengungkapkan salah satu bentuk pelanggaran hak sipil dan politik itu misalnya indikasi penghalang-halangan akses korban untuk beroleh bantuan hukum. Ia mencontohkan, salah satunya terjadi saat pendampingan ke korban aksi 21-22 Mei 2019.
“Ternyata banyak dari mereka tidak mendapatkan akses bantuan hukum. Kami mendampingi awalnya 10, tapi kemudian karena ditakut-takuti–kalau menerima bantuan hukum mereka hukumannya akan diperberat, dan banyak tekanan yang diberikan, tidak hanya ke korban tapi juga keluarga. Dan akhirnya hanya dua yang kami dampingi,” cerita Arif di tengah diskusi Catatan Akhir Tahun bertajuk ‘Reformasi Dikorupsi Demokrasi Direpresi’.
Kondisi tersebut kata Arif mengakibatkan para korban terpaksa menerima ganjaran tanpa pembelaan atau pendampingan hukum yang optimal. “Kita tahu, ada yang membantu demonstran [memberi air minum] juga dihukum,” sambung dia lagi.
Arif pun menuturkan, jumlah pengaduan tahun ini tercatat meningkat dibanding 2018 sebanyak 1.148 laporan.
“Kami bisa menganalisis bahwa memang persoalan hukum dan hak asasi manusia yang dialami masyarakat miskin, buta hukum, dan tertindas meningkat hari ini. Ini sejalan, barangkali, dengan situasi hukum dan demokrasi hari ini yang menurun,” kata Arif di tengah diskusi di Kantor LBH Jakarta, Jumat (6/12) malam.
Tapi yang menarik, Arif menambahkan, korban mendapat informasi bantuan hukum LBH Jakarta justru dari media massa.