Lawan Hoaks, FKPPI Beri Pelatihan Cyber Analysis Pada Ratusan Kader
JAKARTA – Berita bohong atau hoaks menjadi perhatian serius Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI). Untuk melawannya, FKPPI memberikan pelatihan cyber analysis kepada ratusan kadernya.
Ketua Pengurus Daerah 9 Keluarga Besar FKPPI DKI Jakarta Arif Bawono berharap pelatihan ini membuat pemuda FKPPI menjadi motor menyaring informasi hoaks.
“Bagaimana mengecek informasi dan kebenaran sebuah berita saat ini menjadi penting,” kata Arif, melalui keterangan tertulis, Minggu (8/12/2019).
Arif meminta pemerintah lebih masif memberikan pelatihan serupa terhadap pemuda. “Milenial harus jadi sasaran utama. Dengan banyaknya hoaks yang beredar, publik diharapkan tak mudah terprovokasi.”
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat hampir 1.600 lebih hoaks beredar tahun lalu. Sedangkan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia(Mafindo) mencatat, dari JuIi-Agustus 2019, terdapat lebih dari 300 hoaks beredar di berbagai platform.
Artinya, lebih dari lima hoaks beredar setiap hari dengan distribusi yang terstruktur, sistematis, dan masif. “Jika tidak dimanfaatkan dengan bijak, kemudahan mengakses informasi justru bisa merusak sendi-sendi sosial yang selama ini sudah terjalin baik,” kata Arif.
Untuk itu, penyaringan informasi yang diterima sangat perlu dilakukan. “Jangan mudah memposting atau mengomentari informasi di media sosial yang belum diketahui kebenarannya,” kata dia mengimbau.
Sebelumnya, Staf Ahli Kemkominfo Hendri Subaktio menyebut penangkalan hoaks harus lebih gencar. Ia memprediksi hoaks berkembang biak pada Pilpres 2024.
“Kalau di 2024 pilpres masih seperti 2019, hoaks makin banyak. Mereka simpatisan yang belum selesai,” kata Hendri di Hotel Sentral, Jakarta Pusat, Rabu 20 November 2019.
Menurut dia, kolaborasi kelompok buzzer sangat berbahaya. Kelompok buzzer masih akan terus memproduksi politik identitas.
Hoaks sudah menjadi bagian politik yang dapat mendongkrak maupun menurunkan elektabilitas lawan. Buzzer bahkan mendapat bayaran menyebar hoaks.
“Saat dibayar, jadilah mereka politik ekonomi pula. Buzzer itu politik dan massa melawan pemerintah, dan dari penelitian juga, di pemerintah enggak ada saya lihat punya buzzer,” beber Hendri.(