KPK Sebut Surat Keberatan Kompol Rossa Salah Alamat
NAGALIGA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan surat keberatan yang dilayangkan Kompol Rossa Purbo Bekti salah alamat. Lembaga antirasuah itu kukuh Rossa berstatus sebagai anggota Polri yang secara hukum kepegawaian dan pembinaan kariernya masih melekat dan tetap tunduk kepada sistem kepegawaian anggota Polri.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, menuturkan surat keputusan tersebut telah dikeluarkan sejak 20 Februari 2020 dan sudah diterima yang bersangkutan.
“Pada prinsipnya berisi bahwa keberatan dari Mas Rossa tersebut tidak dapat diterima karena di sini disebutkan salah alamat,” ujar Ali Fikri kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Senin (24/2) malam.
Ali mengungkapkan pihaknya senantiasa menghormati setiap upaya yang dilakukan Rossa. Mengacu kepada Pasal 75 Ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan yang ditempuh Rossa dengan mengirim surat keberatan sudah sesuai mekanisme hukum.
Selain itu, kata dia, KPK juga siap menghadapi banding jika Rossa mengajukan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Ayat 2 UU tersebut.
Beleid itu berbunyi, “Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian keberatan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Warga Masyarakat dapat mengajukan banding kepada Atasan Pejabat”
Upaya administratif itu guna mengetahui batal atau tidak sahnya Keputusan dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan tuntutan administratif.
“Tentunya kami menghormati dan kita ikuti prosedur dan proses itu,” ucap Ali.
CNNIndonesia.com sudah berupaya mengonfirmasi kepada Rossa perihal surat keputusan pimpinan KPK atas keberatannya. Namun hingga berita ini ditulis, Rossa belum memberikan jawaban.
Pengembalian Rossa ke instansi asalnya, Mabes Polri, sempat menuai polemik. Bahkan, Wadah Pegawai KPK telah melaporkan Firli Bahuri Cs ke Dewan Pengawas KPK.
Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, menuturkan bahwa terdapat dugaan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan berpotensi melanggar etik terhadap pengembalian Rossa.
Yudi menilai pengembalian itu tidak sesuai mekanisme yang berlaku. Pasalnya, menurut Yudi, masa bakti Rossa di KPK habis pada September 2020.
Rossa, kata Yudi, juga tidak pernah dinyatakan melakukan pelanggaran etik yang notabene menjadi unsur pengembalian paksa ke instansi asal.
“Bahwa terdapat dugaan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan bahkan berpotensi melanggar etik khususnya jaminan agar KPK dapat menjalankan fungsi secara independen,” kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Jum’at (7/2).