KPK Hentikan Penyelidikan 36 Perkara, Ketua KPK: Tujuan Hukum Harus Terwujud
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi telah menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan. Hal ini diuraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK. Penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan penyelidik untuk menemukan suatu peristiwa pidana untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
“Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri saat dikonfirmasi, Kamis (20/2/2020).
Menurut KPK, dari definisi penyelidikan dapat dipahami bahwa dalam proses penyelidikan terdapat kemungkinan sebuah perkara ditingkatkan ke penyidikan atau tidak dapat dilanjutkan ke penyidikan. Ketika di tahap penyelidikan ditemukan peristiwa pidana dan bukti permulaan yang cukup, maka perkara ditingkatkan ke penyidikan.
Begitu juga sebaliknya sebagai konsekuensi logis, jika tidak ditemukan hal tersebut maka perkara dihentikan penyelidikannya. Selain itu, penghentian perkara di tingkat penyelidikan ini bukanlah praktik yang baru dilakukan saat ini saja di KPK.
Data 5 tahun terakhir sejak 2016 KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus. Penghentian tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab. Dengan pertimbangan, yakni sejumlah penyelidikan sudah dilakukan sejak 2011 (9 tahun), 2013, 2015 dan lain-lain.
Lalu selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D.
Firli menambahkan jika penyelidikan itu tidak dihentikan maka bisa saja disalahgunakan nantinya oleh oknum tertentu. “Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justru kalau tidak dihentikan maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan, dan kepentingan lainnya,” jelasnya.