Korupsi Proyek Banten, 3 Eks Kadis Sebut Wawan Sangat Berkuasa
JAKARTA – Tiga mantan kepala dinas dan kepala badan memastikan terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan memiliki kuasa hampir serupa seperti kakaknya sekaligus mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Fakta ini terungkap dalam persidangan sejumlah perkara korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terdakwa Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/1/2020).
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan enam saksi. Tiga di antaranya mantan kepala Bappeda Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Widodo Hadi, mantan kepala dinas PU dan Bina Marga Pemprov Banten M Saleh, dan mantan kepala Dinas Perindustrian sekaligus mantan kepala Dinas Pendidikan, dan mantan kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hudaya Latuconsina.
Widodo menjabat sebagai kepala Bappeda kurun 2008 hingga 2013. Saleh menjabat kepala Dinas Dinas PU dan Bina Marga kurun 2007-2011. Hudaya menjadi kepala Dinas Perindustrian kurun 2008-2012, berikutnya 2012-2014 kepala Dinas Pendidikan, dan sebagai kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kurun 2014-2016.
Widodo Hadi, M Saleh, dan Hudaya Latuconsina memastikan, gubernur yang memimpin Provinsi Banten saat ketiganya menjabat yakni Ratu Atut Chosiyah. Ketiganya mengungkapkan, seluruh jajaran di Pemprov Banten mengetahui bahwa terdakwa Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan merupakan adik kandung dari Atut.
JPU Roy Riady lantas mencecar Widodo, Saleh, dan Hudaya tentang peran Wawan beserta sejumlah anak buah Wawan dalam proses penganggaran dan pengadaaan proyek-proyek di lingkungan Pemprov Banten selama Ratu Atut Chosiyah menjadi gubernur Banten.
Widodo Hadi menyatakan, selama dia menjabat sebagai kepala Bappeda maka setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Banten menyusun program dan anggarannya kemudian diserahkan ke Bappeda. Kemudian Bappeda menyampaikan dan berkonsultasi dengan Atut selaku gubernur. Sebenarnya, setelah berkonsultasi dengan gubernur harusnya jika ada yang perlu diperbaiki maka Widodo membahas kembali dengan kepala dinas terkait. Tapi tutur Widodo, Atut malah meminta Widodo agar berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Wawan.
“Saudara kan menjabat sebagai kepala Bappeda dari 2008 sampai 2013. Secara umum memang modelnya seperti itu harus melalui terdakwa (Wawan)?,” tanya JPU Roy.
“Iya. Dari 2008 sampai 2012 polanya sama, selalu seperti itu. Harus melalui Pak Wawan, minta masukan dari Pak Wawan dulu. Bu Atut menyampaikan seperti itu,” ujar Widodo di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/1/2020) sore.
Widodo membeberkan, Wawan juga concern pada empat dinas prioritas yang ingin dimenangkan Wawan dan perusahaannya. Satu di antaranya, Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga. Alasannya, tutur Widodo, perusahaan Wawan banyak bergerak di bidang infrastruktur. Dinas prioritas tersebut kemudian disampaikan Widodo ke M Saleh selaku kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga.
“Memang ada seperti itu seperti yang saudara terangkan?,” tanya Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani. “Iya. Sebelum ditandatangani oleh Ibu Gubernur (Atut), itu harus dikoordinasikan dengan Pak Wawan,” jawab Widodo.
M Saleh mengungkapkan, dia mengetahui dari sejumlah anggota Komisi IV yang masuk Badan Anggaran DPRD Provinsi Banten bahwa sebelum seluruh anggaran proyek SKPD harus dikonsultasikan dan dikoordinasikan ke Wawan sebelum ditandatangani Ratu Atut Chosiyah.
Pasalnya tutur Saleh, Wawan juga dekat dengan sejumlah anggota Banggar atau Panitia Anggaran DPRD Provinsi Banten. Bahkan tutur Saleh, Wawan dapat memindahkan anggaran dari satu dinas yang tidak penting ke Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga.
“Beberapa anggota Komisi IV yang pantia anggaran itu yang termasuk masuk dalam Badan Anggaran DPRD. Mereka menyampaikan begitu ke saya. Pak Wawan bisa memindahkan juga anggaran dari dinas yang tidak penting ke Dinas PU,” beber Saleh.
Dia menuturkan, selama kurun 2008 hingga 2011 perusahaan Wawan memenangi puluhan proyek infrastruktur di Dinas PU dan Bina Marga. Tapi Saleh mengaku lupa rincian nama proyek dan jumlah masing-masing angggaran. Yang jelas perusahaan Wawan yang memenangkan proyek di antaranya PT BPP, PT Buana Wardana Utama (BWU), PT Putra Perdana Jaya (PPJ), dan PT Citraputra Mandiri Internusa (CMI).
Guna memenangkan proyek tersebut, anak buah Wawan yang turun tangan di antaranya Yayah Rodiah, Dadang Prijatna, dan Mochamad Edwin Rachman alias Ewing. Saleh mengungkapkan, Ewing merupakan Direktur PT PPJ. Saleh mengenal Ewing pada 2005 selaku ajudan Atut.
“Pak Dadang pernah datang ke saya tahun 2012. Dia bilang, Pak Saleh ini pekerjaan kenapa belum dibayarkan. Saya bilang, ‘Dang, mohon maaf ini nanti saya yang kena. Ini kan sudah Desember. Sebentar lagi masuk Inspektorat, nanti masuk BPK. Itu kan masih jauh pekerjaannya nggak bakalan kekejar.’ Saya tolak lah. Pak Dadang bilang, ‘Pak Saleh, kalau begini, Pak Wawan bisa marah,” ungkapnya.
Saleh melanjutkan, selepas pertemuannya dengan Dadang Prijatna kemudian pada Desember 2012 terjadi mutasi di lingkungan Pemprov Banten. Saleh dicopot dari jabatannya sebagai kepala dinas PU dan Bina Marga. Mutasi memang berdasarkan surat keputusan gubernur, tapi sepengetahuan Saleh, mutasi tersebut karena andil terdakwa Wawan. “Ternyata betul Pak Wawan mindahin saya, karena saya tidak mau bantu Pak Dadang tadi,” ungkapnya.
JPU Roy menanyakan ke Saleh apakah benar Wawan memiliki power dan kekuasaan bisa mengendalikan berbagai SKPD termasuk rotasi dan mutasi pejabat serta apa alasannya. Saleh memastikan, Wawan memang memiliki kewenangan sangat besar hingga dapat melakukan hal tersebut.
“Pak Wawan ini kan adiknya Bu Atut. Di Banten itu Pak Wawan disegani, tidak ada yang berani dengan Pak Wawan. Kondisi saat itu, seluruh kepala dinas, seluruh pegawai di Banten takut dengan Pak Wawan. Karena Pak Wawan punya power sama aja Pak Wawan adalah gubernur, karena pasti didukung oleh Ibu Atut,” tegasnya.
Hudaya Latuconsina mengungkapkan, dalam proses penyusunan rancangan program kegiatan dan anggaran kerap kali terjadi perubahan atau penambahan. Untuk perubahan atau penambahan tersebut karena perintah dan kewenangan Ratu Atut Chosiyah selaku gubernur. Hudaya mengungkapkan, sejak 2012 Atut selalu menyampaikan ke Hudaya bahwa untuk perubahan atas rancangan tersebut maka akan ada masukan dari Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan.
“Waktu setelah saya dari Dinas Perindustrian (setelah menjadi kepala Dinas Perindustrian), Bu Atut menyampaikan nanti Pak Wawan menghubungi. Kemudian Pak dihubungi dan kami diundanglah ke Hotel Ritz-Carlton waktu itu,” ungkap Hudaya.
Hudaya menemui Wawan. Dalam pertemuan, Wawan menyampaikan Hudaya sudah mengetahui Wawan adalah pengusaha dan menjalankan usaha. Karenanya Wawan meminta dengan halus kepada Hudaya sehubungan dengan proyek. “Kata Pak Wawan saya harus mendapatkan kesempatan. Itu aja,” katanya.
Dia melanjutkan, pada satu kesempatan Hudaya yang masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan didatangi oleh Dadang Prijatna. Dadang membawa contoh buku pelajaran untuk anak SD atau PAUD. Dadang menyampaikan, bentuk buku yang akan dibuat. Dadang menegaskan saat itu bahwa pembuatan buku tersebut atas perintah Wawan. Hudaya membaca isi buku ternyata kurang cocok.
“Saya bilang ke Pak Dadang, kalau gitu saya mau ketemu Pak Wawan. Saya telepon Pak Wawan pakai handphone Pak Dadang. Akhirnya mau ketemu. Saya jelaskan ke Pak Wawan isi buku yang menurut saya. Pak Wawan setuju dengan apa yang saya sampaikan. Kejadian itu sebelum tender buku dilaksanakan,” tandasnya.