Komnas Anak: Pilihlah Produk Kemasan Plastik Berizin BPOM
JAKARTA – Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait meminta masyarakat untuk cermat dalam menggunakan plastik dan mengetahui jenis-jenisnya yang bisa berdampak untuk kesehatan tubuh.
Sebagaimana diketahui, saat ini aneka jenis plastik dengan mudah ditemukan di pasaran dan digunakan secara luas baik sebagai kemasan pangan maupun perabotan rumah tangga. Plastik merupakan polimer sintetis yang telah digunakan manusia sejak lebih dari 70 tahun lalu.
Arist mengingatkan masyarakat, khususnya para ibu untuk jeli dalam memilih kemasan plastik yang akan digunakan untuk bayi dan anak-anak mereka. Hal itu mengingat tidak semua kemasan berbahan plastik untuk makanan dan minuman itu cocok untuk seluruh usia.
“Di Indonesia, masih saja dipakai kemasan-kemasan plastik misalnya piring yang untuk nasi, juga kemasan botol susu anak-anak, yang kalau diperhatikan jika terkena sinar matahari bisa melengkung. Itu juga digunakan oleh bayi dan balita,” ujar Arist dalam konferensi pers, Selasa (8/6/2021).
Dia mengatakan, banyak dari kemasan makanan dan minuman berbahan plastik, ada beberapa kandungan zat kimia yang keberadaannya patut dicermati dalam hal jumlah dan potensi migrasinya seperti zat BPA. Jadi harus dipastikan bahwa produk dan kemasan yang beredar di pasaran harus mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Maka, kata Arist, Komnas Anak harus menyampaikan kepada publik supaya ibu-ibu mendengar itu.
“Saya tidak menyebutkan produknya apa, tetapi saya lihat nyata ada plastik dipakai oleh ibu-ibu yang menengah bawah. Oleh karena itu Komnas Perlindungan Anak mengingatkannya,” ucapnya.
Karena beberapa zat itu berbahaya bagi bayi, balita, bahkan janin, Arist juga mengingatkan, tugas BPOM yang bukan sekedar mengawasi makanan, tetapi juga kemasan. Dia mengatakan, BPOM jangan hanya fokus mengawasi konten atau isinya saja apakah kedaluarsa atau tidak, tapi harus mengawasi kemasannya.
“Jangan lupa, kemasan itu kalau di Eropa kalau beli susu atau beli apapun, kalau sudah penyok tidak boleh dijual. Tapi di Indonesia, karena pemahaman ibu-ibu yang menengah ke bawah masih kurang soal itu, mereka tetap menggunakannya,” kata Arist.
Karenanya, dia mengatakan bahwa produk-produk yang terbuat dari plastik itu harus betul-betul diwaspadai. Sebab, plastik yang belum ada izin edarnya itu berbahaya bagi bayi, balita, dan janin.
“Karenanya, saya mengimbau kepada seluruh ibu di seluruh nusantara untuk tidak lagi menggunakan produk-produk plastik ini dengan sembarangan. Sendok saja, kalau mau minum obat memakai plastik. Zaman saya pakai stainless. Sekarang serba plastik, coba lihat di dapur ibu, kalau menengah bawah pakai plastik, kalau menengah atas ada plastik,” kata Arist kepada ibu-ibu kader yang hadir saat itu.
Sebelumnya, muncul berita-berita hoaks yang sengaja disebarkan perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) mengenai bahaya BPA galon guna ulang. Terkait berita-berita yang tidak benar soal Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon AMDK, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan pernyataan resminya kepada publik. Hal itu dilakukan untuk memastikan kepada masyarakat bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang beredar hingga kini aman untuk dikonsumsi.
Penjelasan BPOM RI tentang kandungan Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon AMDK yang digunakan secara berulang ini dirilis Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan di laman resmi BPOM RI.
Disebutkan, sehubungan dengan beredarnya informasi bahwa kandungan BisfenolA (BPA) pada kemasan galon AMDK yang digunakan secara berulang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, BPOM memandang perlu memberikan penjelasan terkait hal itu.
Dijelaskan, berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.
“Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC,” demikian rilis BPOM.
BPOM juga menyebutkan Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan. EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari.
Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Penelitian tentang paparan BPA (Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.
Beberapa penelitian internasional juga menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.