Komisi III DPR Bahas Lagi RUU Penyadapan
Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Taufik Basari mengatakan Komisi III mulai membahas kembali Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan (RUU Penyadapan).
“Ini pertemuan yang kedua,” katanya di Jakarta, Rabu, 15 Juni 2022.
Dia menjelaskan Komisi III telah melaksanakan rapat dengar pendapat bersama Badan Keahlian DPR terkait penyusunan naskah akademik.
“Hari ini membahas perbaikan yang dilakukan oleh Badan Keahlian, setelah kita memberikan masukan pada rapat yang pertama,” jelasnya.
RUU tentang Penyadapan merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 05/PUU-VIII/2010. MK berpendapat bahwa tata cara penyadapan tetap harus diatur oleh UU karena hingga kini pengaturan mengenai penyadapan masih sangat tergantung pada kebijakan masing-masing instansi.
“Putusan itu menegaskan penyadapan itu pada hakikatnya adalah pelanggaran hak asasi manusia, namun dapat dikecualikan untuk penegakan hukum,” katanya.
Terkait dengan UU tentang Kejaksaan yang juga mengatur tentang penyadapan, ia menegaskan norma itu baru berlaku jika undang-undang khusus penyadapan telah ada.
“Sudah cukup lama MK memberikan pertimbangan, penyadapan harus diatur dalam undang-undang khusus,” katanya.
Sementara, menurut dia, proses penyadapan oleh aparat penegak hukum masih berlangsung meskipun sudah ada semacam peringatan dari MK.
Beberapa waktu lalu, Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah mengatakan setidaknya sampai saat ini terdapat 5 (lima) putusan MK terkait ketentuan penyadapan.
Tiga putusan, di antaranya menguji ketentuan penyadapan yang dimuat di UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu Putusan Nomor 006/PUU-I/2003, Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, dan Putusan Nomor 60/PUU-VIII/2010.
Dua putusan lain berkenaan dengan pengujian UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu Putusan Nomor 5/PUU-VIII/2010 dan Putusan Nomor 20/PUU-XIV/2016.