Komisi I DPR Minta BNPT Kaji Ulang Diksi Radikalisme
JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) disarankan untuk melakukan kajian ulang terhadap diksi radikalisme. Pasalnya jika mengacu pada KBBI, radikal artinya mendasar kepada hal yang prinsip.
Jika kata tersebut disematkan kepada pelaku kekerasan dan tidakan terorisme maka kurang tepat. Dia menyarankan, agar kata radikalisme diganti dengan violent extremism atau kekerasan ekstrem.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Suding, kemarin. “Saya minta, dalam forum ini, diksi radikal ini dipikirkan ulang bagaimana agar kata radikalisme diganti dengan violent extremism,” ujar Suding saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan BNPT, di DPR.
Politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menegaskan, agar pelaku kekerasan jangan digeneralisir dengan agama tertentu, sehingga menyudutkan umat. “Diksi radikal, saya kurang setuju. Karena diksi radikal distigmatisasi kepada agama,” kata Suding.
Dia menjelaskan, bahwa radikal itu ada sejak dulu. Namun, untuk saat ini, banyak kalangan mempertanyakan definisi radikal yang dimaksud pemerintah, dengan mengaitkan pada cara berpakaian.
“Jangan karena persoalan celana cingkrang dan jidat hitam dan cadar kemudian muncul bahasa radikal. Apa hubungannya, kan tidak begitu. Saya minta diksi radikal itu dipikir ulang, bagaimana kata radikal itu diganti dengan kekerasan, ekstrimis,” papar Suding.
Dia juga mengungkapkan diksi radikal juga pernah tenar pada masa Orde Baru yang berkaitan mengarah ke gerakan kiri. Tapi pasca Orde Baru ini, bergeser pemahaman ke arah kanan. “Di beberapa kejadian juga dilakukan oleh nonmuslim di Selandia Baru dan lain-lain itu kan kekerasan. Apakah kita nggak bisa gunakan diksi ekstremis atau kekerasan?” jelas Suding