Kisah WNI di Arab Saudi, Sakit Parah hingga Dipulangkan ke Tanah Air
JAKARTA – Entah apa yang membuat dua Warga Negara Indonesia (WNI) ini memilih bertahan di Arab Saudi meski penyakit secara perlahan menggerogoti tubuh. Kesehatan memburuk dan daya tahan tubuh mereka kian rapuh terhadap penyakit yang mendera seiring usia yang kian senja.
Dua WNI perempuan ini masing-masing berinisial HP dan RH. Keduanya sama-sama berasal dari Jawa Timur. Sesuai data yang tertera pada dokumen Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP), HP kelahiran 1955 dan RH kelahiran 1964.
Kepada Tim Pelayanan dan Perlindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah, RH mengaku berangkat mengadu nasib ke Arab Saudi sekitar 16 tahun silam. Perempuan kelahiran Pamekasan ini menuturkan, dirinya masuk ke Arab Saudi berbekal visa kerja, tapi kemudian kabur dari rumah majikan. Berstatus tidak resmi, RH tetap bekeja sebagai asisten rumah tangga sampai akhirnya dia jatuh sakit.
Dalam kondisi stroke dan stres dan tidak mampu bekerja lagi, RH ditelantarkan di jalanan oleh pengguna jasanya, sebelum akhirnya ditemukan oleh seorang Warga Saudi yang mengantarnya ke Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah.
Nasib serupa juga dialami HP. Perempan kelahiran Bangkalan 65 tahun silam nekad berangkat ke Arab Saudi untuk kali kedua berbekal visa umrah. Tujuannya sama, menjajal kembali keberuntungan di negeri yang pernah ia tinggali beberapa tahun silam. Pada keberangkatannya kali pertama ke Arab Saudi, HP dideportasi (tarhil) Pemerintah Saudi karena menyalahgunakan visa umrah untuk bermukim dan bekerja.
Setelah delapan tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga, HP mulai sakit-sakitan. Ia mengalami kelumpuhan yang membuatnya tidak mampu lagi bekerja. Tidak hanya itu, ia juga menderita penyakit kulit. Kepada petugas Yanlin, HP mengaku tinggal di sebuah penampungan di Daerah Awali, Mekkah. Dalam kondisi sakit, dia diantar ke KJRI Jeddah oleh seorang sopir taksi.
Untuk mengupayakan pemulangan RH dan HP, KJRI Jeddah menyampaikan permohonan penerbitan surat izin keluar (exit permit) kepada pihak berwenang di Arab Saudi dan membebaskan mereka dari denda pelanggaran keimigrasian dan ketenagakerjaan. Mereka diantar oleh Petugas Yanlin ke rumah detensi imigrasi di Shumaisi untuk melakukan pengambilan sidik jari (basmah) deportasi.
Setelah memperoleh exit permit, Tim Yanlin mendatangi rumah sakit untuk mengurus surat keterangan kelayakan terbang atau fitness for air travel/medical information.
Melihat kondisi mereka berdua, KJRI Jeddah sempat was-was memulangkan mereka. Akhirnya, diputuskan keduanya dipulangkan Sabtu, 23 Februari 2020, di bawah pengawalan seorang staf KJRI untuk memudahkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait bila terjadi situasi darurat. Mereka tiba di Jakarta keesokan harinya dan diserahterimakan kepada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk selanjutnya diantarkan kepada keluarga masing-masing.
Kasus semacam ini bukanlah yang pertama yang ditangani KJRI. Sepanjang 2019, KJRI telah memulang sebanyak 64 WNI dengan kasus serupa.
Penanganan WNI tidak resmi yang sakit di Arab Saudi tidak semudah mengurus mereka yang berstatus resmi. Pasalnya, Pemerintah Arab Saudi tidak memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan bagi warga negara asing yang tinggal secara illegal di negaranya.
Oleh sebab itu, KJRI Jeddah dalam setiap kesempatan mengingatkan WNI di Arab Saudi akan pentingnya menjaga kesehatan, terutama mereka yang bekerja secara unprocedural, berpindah-pindah dari rumah ke rumah.
WNI yang bekerja di sektor domestik sebagai asisten rumah tangga diimbau agar sedapat mungkin menyisihkan waktu untuk istirahat. Apalah arti uang banyak bila kemudian badan sakit-sakitan. Uang hasil keringat bertahun-tahun bisa lenyap seketika untuk biaya pengobatan bila sudah jatuh sakit.
“Bila sudah cukup usia dan badan mulai sakit-sakitan, segeralah pulang,” pesan Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Eko Hartono dalam keterangannya, Rabu (26/2/2020).
Sepanjang 2019, KJRI Jeddah menerbitkan sebanyak 8.876 SPLP bagi WNI yang menetap secara ilegal (WNI Overstayer) dan dideportasi dari Arab Saudi melalui rumah detensi imigrasi (tarhil) di Shumaisi.