Kemendikbud: Program Organisasi Penggerak Tingkatkan Kualitas Pendidik
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya meluncurkan episode keempat program Merdeka Belajar, yakni Organisasi Penggerak. Kebijakan ini memberikan kesempatan kepada organisasi bidang pendidikan untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru melalui pelatihan.
Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano mengatakan, kebijakan Merdeka Belajar episode keempat ini merupakan episode yang dinantikan karena berkaitan langsung kepada guru dan kepala sekolah untuk bisa mencerdaskan siswanya. Menurut dia, jika ingin berbicara mutu dan output yang baik, maka harus ada perubahan di sekolah.
Karena itu, perlu ada sekolah penggerak yang di dalamnya berisi kepala sekolah yang mengerti konsep pembelajaran yang baik dan guru yang memahami proses perkembangan anak. Supriano mengatakan, sudah banyak sekolah penggerak di Indonesia, namun agar langkah mencerdaskan anak bangsa bisa lebih banyak lagi, pemerintah membutuhkan organisasi bidang pendidikan untuk melatih guru dan kepala sekolah ini.
“Karena banyak organisasi yang sudah melaksanakan. Sudah melakukan proses pembelajaran yang baik, sudah melatih kepala sekolah dan mendorong guru berinovasi. Best practices ini yang mau ditangkap,” ucap Supriano saat konferensi pers program “Merdeka Belajar Episode 4: Program Organisasi Penggerak” di Kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.
Program Organisasi Penggerak adalah program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan organisasi secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Menurut Supriano, program ini melibatkan sejumlah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, terutama organisasi-organisasi yang sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah dengan tujuan meningkatnya kemampuan profesional para pendidik dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Pelaksanaan Organisasi Penggerak pada tahap awal mencakup sekolah pada satuan pendidikan PAUD, SD, dan SMP yang berpartisipasi dalam proyek rintisan. Fase pertama program akan dilaksanakan dari 2020 sampai 2022. Pada periode ini, program Organisasi Penggerak akan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD, dan SMP.
Masa pendaftaran dibuka 2 Maret hingga 16 April. Dia mengaku, hingga kini sudah ada 3.300 organisasi yang akan melalui proses seleksi lanjutan. Organisasi penggerak ini nantinya akan dibagi tiga. Yakni pertama, kategori Gajah, yaitu organisasi yang akan melatih 100 sekolah dan mendapat bantuan maksimal Rp20 miliar per tahun. Kedua, Macan dengan sasaran 21-100 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp5 miliar. Ketiga, Kijang dengan sasaran 5-20 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp1 miliar per tahun.
Program Organisasi Penggerak diharapkan membantu menginisiasi sekolah penggerak yang idealnya memiliki empat komponen. Pertama, kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Kedua, guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa.
Ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong). Keempat, terwujudnya komunitas penggerak yang terdiri atas orang tua, tokoh, serta organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar siswa. “Kemendikbud mendorong hadirnya ribuan sekolah penggerak yang akan menggerakkan sekolah lain di dalam ekosistemnya sehingga menjadi penggerak selanjutnya,” ujar Supriano.
Direktur Eksekutif Center of Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji berpendapat, program Organisasi Penggerak merupakan kebijakan out of the box yang patut diapresiasi karena akan mengerakkan peran serta masyarakat. Namun, dia menyayangkan kebijakan ini keluar tanpa didahului dengan peta jalan atau blue print yang jelas.
“Ini bagian dari roadmap yang mana organisasi penggerak ini. Kita lihat dari jilid 1 sampai 4 ini kayak sepotong-sepotong, yang kalau saya lihat bentuknya itu mau jadi apa dulu. Jadi roadmap-nya ada dulu, blueprint-nya ada dulu, dan yang mau dibikin itu apa. Masalah implementasinya bisa menyusul. Kalau sekarang kan malah yang sepotong-sepotong dulu, tapi kan utuhnya kita tak pernah tahu,” katanya.
Indra memandang, blue print di bidang pendidikan itu penting agar kebijakan yang dikeluarkan tidak asal ganti menteri ganti kebijakan. Dia juga mengaku khawatir apabila tidak ada roadmap, akan membuat bingung pemerintah daerah. Dampak yang bisa terjadi adalah meski Kemendikbud sudah mengeluarkan anggaran banyak, tapi program di lapangan tidak akan terlaksana.