Kasus Jiwasraya Lebih Besar Ketimbang Century, DPR Harus Bentuk Pansus
JAKARTA – Publik kembali dikagetkan dengan pengelolaan perusahaan pelat merah yang tidak becus, PT Asuransi Jiwasraya (persero) gagal bayar atas klaim 17 ribu nasabahnya.
Hal itu diungkapkan oleh pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago, Sabtu (28/12/2019). Menurutnya, gagal bayar perusahaan ini berpotensi merugikan keuangan negara Rp 13,7 triliun per agustus 2019, nilai kerugian ini masih berpotensi bertambah dengan melibatkan 5,5 juta pemegang polis.
“Anehnya Presiden Joko Widodo mengatakan perusahaan ini telah bermasalah sejak 10 tahun lalu, pernyataan ini diaminkan oleh Sri Mulyani juga mengatakan perusahaan ini mulai bermasalah sejak 2008 lalu,” katanya.
“Merujuk pada pernyataan ini kasus gagal bayar perusahaan adalah bentuk pembiaran/kesadaran yang lambat pemerintah atas manajemen yang buruk pada perusahaan, “ ujarnya.
“Publik layak curiga atas indikasi praktek curang di tubuh Jiwasraya, bahkan sangat mungkin/patut dicurigai penggerogotan terhadap perusahaan dilakukan oleh aktor-aktor yang berlindung di balik agenda kekuasaan,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, kasus ini harus diungkap seterang-terangnya dihadapan publik, kita tidak bisa berharap hanya kepada pemerintah yang telah terbukti berbuat lalai dan terkesan pembiaran sehingga probelem ini berlarut-larut.
“Apalagi berharap pada menteri BUMN yang sibuk dengan urusan ecek-ecek ngurusin motor dan sepeda yang nilainya hanya ratusan sampai miliaran rupiah, ditambah lagi dengan adanya bau amis konflik kepentingan sang menteri yang melibatkan perusahaanya.” ujar Pangi, yang juga Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting
Menurut dia, kita harus mendesak kepada DPR sebagai penyambung lidah rakyat untuk bersuara mengungkap kasus ini, jika di bandingkan dengan skandal Century kasus Jiwasraya ini jauh lebih besar potensi kerugian negaranya, melibatkan jutaan korban dan mencoreng nama baik Indonesia yang sedang bersusah payah membangun citra/image untuk menarik investasi dan percaya bahwa Indonesia negara yang transparan dan investor merasa aman.
“Jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut maka jangan salahkan jika publik mulai curiga kepada pemerintah yang seolah membiarkan para penjahat bersembunyi di balik kekuasaan dan pemerintah hanya sibuk mengurus persoalan remeh-temeh/tetek bengek yang tidak jelas keuntungannya bagi negara dan bangsa,” katanya.