Jokowi Sebut Super El Nino Landa 7 Provinsi, Simak Fakta-faktanya
Presiden Jokowi mengungkap Super El Nino hadir di tujuh provinsi di Indonesia dan mengancam pasokan pangan. Benarkah demikian?
Hal itu dikatakannya dalam pidatonya di Rapat Kerja Nasional IV PDIP dengan tema ‘Kedaulatan Pangan untuk Kesejahteraan Rakyat’, di Jakarta, Jumat (29/9).
Menurutnya, tema Rakernas ini sangat relevan dengan keadaan sulit yang dihadapi saat ini, yakni yang menyangkut perubahan iklim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kenaikan suhu Bumi, kekeringan dimana-mana, kemarau panjang, sehingga menyebabkan gagal tanah, menyebabkan gagal panen, dan super El Nino yang ada di tujuh provinsi di negara kita juga mempengaruhi pasokan pangan pada rakyat Indonesia,” tutur Jokowi.
El Nino merupakan fenomena anomali suhu dan tekanan udara yang berpusat di Samudera Pasifik. Efeknya bisa meluas ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, dalam bentuk penurunan curah hujan.
Masalahnya, apakah fenomena ini sudah masuk kategori super? Mari kita cek satu per satu faktanya.
Angka El Nino
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah jauh-jauh hari memprediksi kedatangan El Nino 2023.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers pada Jumat (8/9), mengungkap pihaknya mendeteksi fenomena ini mulai muncul pada pertengahan Mei 2023.
Gangguan iklim ini terus berkembang mencapai level El Nino moderat sejak akhir Juli 2023 dan saat itu Indeks El Nino berada pada nilai +1.504.
“Kondisi El Nino moderate tersebut diprediksi tetap bertahan hingga awal 2024,” demikian dikutip dari siaran pers BMKG.
Berdasarkan data di Ikhtisar Cuaca Harian BMKG per Kamis (28/9), El Nino juga masih masuk kategori moderat.
Hal itu ditandai dengan angka-angka di berbagai pengukurannya; Southern Oscillation Index (SOI) bernilai -16.0 (tidak signifikan) dan Indeks NINO 3.4 +1.45, tidak signifikan.
IOD
El Nino ini muncul berbarengan dengan fenomena sejenis di Samudera Hindia, Indian Ocean Dipole (IOD). Duet maut fenomena iklim ini diprediksi membuat RI makin kering.
“Intensitas El Nino semakin menguat. BMKG mendeteksi IOD yang semakin menguat ke arah positif yang artinya seperti fenomena yang terjadi seperti 2019 di mana IOD menguat dan mengakibatkan kondisi kering lebih kering di wilayah Indonesia,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring, Selasa (6/6).
Berdasarkan pemantauan anomali suhu muka laut per awal September, BMKG menyebut IOD sudah Positif dengan indeks +1.527. Fenomena ini diprediksi akan tetap positif hingga akhir 2023.
Sementara, menurut data terakhir BMKG, Dipole Mode Index (DMI), yang mengukur IOD, nilainya mencapai +1.45 atau masih tidak signifikan meski terbilang IOD Positif.
Superposisi
El Nino dan IOD ini muncul berbarengan dengan musim kemarau 2023. Maka hasilnya bisa diterka, kering bener.
Superposisi atau kejadian yang berlangsung bersamaan ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Fenomena sejenis pernah terjadi setidaknya pada 1982/1983, 1997/1998, 2006, 2015/2016, dan 2019. Saat itu, RI benar-benar dilanda kemarau kering.
“Superposisi fenomena El Nino dan IOD (+), menyebabkan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia menjadi lebih sedikit dari normalnya, yang berkaitan dengan kondisi curah hujan rendah sebagai penyebab kekeringan di Indonesia,” demikian menurut pernyataan BMKG.
Tak spesifik 7 provinsi
Dalam pernyataannya, BMKG mengungkap El Nino umumnya berdampak pada berkurangnya curah hujan di Indonesia.
Meski begitu, dampak El Nino ini tak bisa dipukul rata di semua negara karena masih tergantung beberapa hal. Yakni, Intensitas El Nino, durasi El Nino, musim yang sedang berlangsung.
“Dampak El Nino di Indonesia umumnya terasa kuat pada musim kemarau yaitu pada bulan-bulan Juli – Agustus – September – Oktober.”
“Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kewaspadaan pada bulan-bulan tersebut. Terlebih lagi, ada banyak wilayah di Indonesia yang akan memasuki puncak musim kemarau pada bulan-bulan tersebut,” lanjut BMKG.
Menurut prediksi curah hujan bulanan BMKG, beberapa wilayah akan mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah (0–100 mm/bulan), utamanya pada Agustus, September, Oktober.
Lembaga tersebut tak menyebut rinci tujuh provinsi yang terdampak El Nino.
BMKG hanya menyatakan wilayah terdampak itu meliputi “Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.”