Jelang Libur Panjang Imlek, Waspadai Kenaikan Kasus COVID-19 hingga 40%
JAKARTA – Menjelang libur panjang perayaan Imlek , Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ede Surya Darmawan meminta masyarakat waspada terhadap potensi kenaikan kasus COVID-19 . Melihat setahun pandemi, terjadi peningkatan sebesar 40% setelah liburan panjang.
Ede menjelaskan, proses penularan virus terjadi melalui interaksi antarpribadi dalam lingkup interaksi sosial yang kemudian meluas. “Untuk meredam penularan, pilihannya adalah memutus hubungan orang agar tidak berkomunikasi, dalam hal ketemu fisik, sehingga tidak terjadi penularan,” katanya dalam keterangan yang diterima MNC Portal Indonesia, Kamis (11/2/2021).
Indonesia sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di awal April 2020 dengan sangat ketat dan hasilnya kasus tertahan. “Namun, kemudian kita tergoda dengan mudik dan pulang kampung, maka jumlah kasus meningkat. Kemudian di Agustus naik lagi sampai liburan Natal dan Tahun Baru. Semuanya memiliki rumus yang sama, yaitu liburan perjalanan/mobilitas, terjadi kerumunan. Inilah pola hal yang harus kita hafal,” katanya.
Karenanya, lanjut Ede, jika pada long weekend Imlek kita bisa menahan, maka otomatis jumlah kasus akan menurun. “Selalu tetap menerapkan protokol kesehatan lalu jaga imun, jaga aman dan kuatkan iman,” tuturnya.
“Mari menjadi masyarakat yang bijak dan cerdas belajar dari masa lalu, serta berani mengatakan untuk tetap di rumah saja dalam merayakan Imlek tahun ini. Agar tidak terjadi lonjakan dan peningkatan kasus dan supaya kita semua tidak direpotkan,” katanya.
Menurut Ede, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang makin kecil masuk ke mikro sebenarnya ideal supaya gerak langkah virus tidak membesar. “Untuk implementasinya membutuhkan keseriusan. Lakukan penemuan kasus secepat-cepatnya. Bila memungkinkan, hari ini kontak, besok sudah ditentukan statusnya. Perlu ada bantuan untuk orang-orang membutuhkan terutama bahan-bahan dasar seperti makanan. Maka mereka bisa stay at home, menyembuhkan diri sendiri, tidak menularkan kepada orang lain, dan harapannya jumlah kasus makin mengecil,” katanya.
Sebagai pembanding, Ede menjelaskan kejadian 100 tahun lalu, yaitu pandemi Spanyol. “Asalnya dari Eropa tetapi yang menderita seluruh dunia. Kejadian tersebut seharusnya dimasukkan ke dalam sejarah dunia, bahwa pernah terjadi pandemi yang begitu dahsyat yang kita tidak boleh ulangi. Kejadiannya dulu sampai 3 tahun dari Januari 1918-Desember 1920. Artinya kalau kita tidak disiplin menerapkan perilaku sehat dengan protokol kesehatan 3M, maka bukan tidak mungkin kita akan mengalami hal yang sama seperti pandemi Spanyol,” katanya.