Harga Pangan Bergejolak, Daya Beli Masyarakat Diprediksi Tertekan
JAKARTA. Ketidakpastian global mendorong peningkatan harga (inflasi) pangan di dalam negeri. Bila melihat dari komponen pembentuk inflasi, inflasi pangan ini tercermin dalam kelompok bergejolak yang pada Juli 2022 mencatat inflasi 1,41% month on month (mom) atau secara tahunan 11,47% year on year (yoy).
Bila merunut ke belakang, tingkat inflasi pangan bergejolak secara tahunan pada bulan laporan merupakan yang tertinggi sejak satu windu lalu, atau lebih tepatnya, tertinggi sejak Januari 2014 yang pada waktu itu mencatat inflasi harga bergejolak sebesar 11,91% yoy.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual khawatir, peningkatan harga pangan ini akan menekan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah yang berada dalam jurang kemiskinan, atau mereka yang rentan miskin.
“Ini akan sangat berpengaruh, karena porsi belanja paling besar masyarakat menengah ke bawah adalah kelompok pangan. Apalagi, masyarakat kita ini masih 90% kelas bawah,” tutur David kepada Kontan.co.id, Senin (1/8).
Meski begitu, kondisi ini tak membuat David memangkas perkiraan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2022. David masih meyakini, konsumsi rumah tangga di kuartal III-2022 tetap tumbuh di kisaran 5% yoy.
Hal ini karena, meski harga pangan naik, masyarakat tak langsung setop membeli bahan pangan, karena ini adalah kebutuhan pokok. Yang dilakukan adalah, masyarakat akan mencari alternatif pangan yang lebih murah.
“Jadi, kualitas akan pindah. Misal biasanya makan daging sapi, ini akan beralih ke ayam. Lalu yang biasanya daging ayam, bisa saja beralih ke sumber protein lain atau bahkan beralih makan sayuran. Jadi tetap akan ada aktivitas konsumsi,” terangnya.
Dengan kondisi tersebut, David masih meyakini pertumbuhan konsumsi rumah tangga di sepanjang tahun 2022 tetap mencapai 5% yoy. Meski, ada kekhawatiran harga pangan juga akan mendorong inflasi di sepanjang tahun ini untuk tembus 5% yoy.