Hadapi New Normal, Pesantren Minta Negara Siapkan Protokol Kesehatan
JAKARTA – Anggota bidang Advokasi Pesantren PP Rabhitah Ma’ahid al Islamiyah (RMI) PBNU, Ridwan Darmawan mengapresiasi Kementerian Agama (Kemenag) yang telah menerbitkan panduan pembelajaran kesehatan bagi pesantren di masa pandemi Covid-19.
“Karena ini yang ditunggu pihak pesantren selama ini. Tapi, Kemenag juga harus mengawal pelaksanaan protokol kesehatan di pesantren tersebut,” kata Ridwan saat dibubungi SINDOnews, Senin (22/6/2020).
Menurut Ridwan, panduan tersebut bagian tidak terpisahkan dengan SKB beberapa menteri terkait pembelajaran di masa pandemi Covid- 19. Namun demikian, dia juga berharap agar pemerintah tidak berhenti pada panduan ini saja, tapi juga ikut mengawal pelaksanaan protokol kesehatan di pesantren. ”Bagaimana pun lingkungan pesantren itu bermacam-macam kapasitasnya, ada yang besar dan kecil, ada yang siap melaksanakan protokol kesehatan, dan ada yang tidak, ini penting menjadi perhatian pemerintah,” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, harapan yang juga penting disampaikan kepada pemerintah adalah agar pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan di pesantren untuk mencegah penyebaran Covid-19. Paling tidak, kata dia, pemerintah bisa membantu menyediakan ruang isolasi bagi santri yang akan kembali belajar di pesantren. “Artinya paling tidak pemerintah juga hadir menyiapkan setidaknya ruang isolasi di pesantren,” jelas alumni UIN Jakarta ini.
Bagi kalangan pesantren, kata Ridwan, pihaknya sangat menyambut baik diterbitkannnya panduan pembelajaran bagi pesantren di masa pandemi tersebut. Karena, panduan atau protokol kesehatan ini sudah lama ditunggu oleh kalangan pesantren, meskipun ada beberapa yang perlu dilengkapi.
Dia menuturkan, dalam panduan yang diterbitkan Kemenag itu ada empat ketentuan utama yang berlaku dalam pembelajaran di masa pandemi. Pertama, yaitu pesantren harus membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Kedua, harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan dan ketiga, pesantren harus aman dari Covid-19.
Menurut dia, hal ini harus dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas atau pemerintah daerah setempat. “Keempat, pimpinan, pengelola, pendidikan, dan peserta didik di pesantren juga harus dalam kondisi sehat, dan dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat,” beber Ridwan.
Ridwan mengatakan, jika melihat berbagai ketentuan yang ada dalam panduan itu, pihaknya mencermati ada beberapa hal yang berpotensi menjadi persoalan. Karena, menurutnya, kententuan dalam panduan ini juga melibatkan gugus tugas daerah atau Pemerintah Daerah (Pemda).
“Ada potensi persoalan di sini, karena kemungkinan di beberapa tempat tertentu itu pemerintah daerah belum tentu akan mengizinkan. Bagi daerah yang terdapat banyak pesantren pemerintah daerahnya kemungkinan akan lebih kooperatif dengan pihak pesantren. Sementara, bagi daerah yang pesantrennya sedikit akan kesulitan berkomunikasi dengan pemerintah daerahnya,” tambah Ridwan mengulas lebih lanjut.
Di sisi lain, Ridwan menilai, panduan dari Kemenag tampak seperti menyerahkan masalah ini ke gugus tugas atau Pemda. Sehingga, hal ini dianggapnya ada baiknya dan ada tidak baiknya. Diterangkan dia, tidak baiknya itu nantinya tidak semua Pemda akan seragam, dan melihat pada panduan yang diterbitkan tidak memerinci secara lengkap ketentuan boleh tidaknya pesantren kembali melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Seperti halnya kemendikbud yang merinci dengan kode wilayah sesuai yang diterbitkan oleh gugus tugas masing-masing daerah, maka tentu panduan itu akan tidak ada artinya karena seperti melempar tanggung jawab Kemenag atau urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. “Dari poin panduan yang ada, poin kedua tentu diharapkan oleh pihak pesantren hadirnya negara untuk membantu menyiapkan fasilitas kesehatan sesuai protokol kesehatan,” pungkasnya