Ganjar Ancam Tutup Sekolah Tempat Bullying, Ini Respons Muhammadiyah
JAKARTA – Beberapa waktu terakhir marak aksi bullying oleh anak yang masih duduk di bangku sekolah. Salah satunya dialami oleh siswi SMP Muhammadiyah di Purworejo yang videonya viral setelah mendapat perlakuan tak pantas dari tiga orang siswa teman sekelasnya.
Saat ini, Polres Purworejo pun telah mengamankan tiga terduga pelaku yakni TP (16), UH (15), DF (15).
Sampai-sampai Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo mengusulkan untuk menutup sekolah tempat terjadinya bullying. Dia pun berencana melebur sekolah berkapasitas murid kecil dengan sekolah lain di sekitarnya.
Hal ini disampaikan Ganjar sebagai tindak lanjut kasus bullying yang terjadi di sebuah SMP di Purworejo. Ganjar mengatakan, kasus bullying ternyata tak hanya terjadi di sekolah dengan kapasitas murid besar.
“Sekarang mesti kita pikirkan bagaimana mengevaluasi sekolah seperti ini. Dengan sekolah berkapasitas sedikit jangan-jangan kapasitas sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan pun tidak mampu?,” ujar Ganjar di Semarang, Kamis (13/2/2020).
Atas peristiwa ini, Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti memberikan tanggapannya. Kata dia, tidak adil kalau hanya karena satu kasus sekolah ditutup.
“Kalau mau dibuka, kekerasan di sekolah masih banyak terjadi termasuk sekolah negeri. Apakah pemerintah akan menutup sekolah-sekolah itu?” kata Abdul Mu’ti, Jumat (14/2/2020).
“Bahwa masih ada masalah dan kekurangan itu tidak bisa dipungkiri. Itulah yang menjadi tugas kita bersama. Sebaiknya para pejabat pemerintah memahami masalah secara komprehensif dan tidak mengambil kebijakan yang emosional,” tambahnya.
Abdul Mu’ti menjelaskan, SMP Muhammadiyah butuh berdiri tahun 1989. Pada awalnya jumlah siswanya cukup banyak. Berdirinya sekolah negeri berdampak pada berkurangnya siswa. Tetapi SMP Muhammadiyah butuh tetap berprestasi dan banyak alumninya berhasil dalam karier profesional.
“Muhammadiyah menerima tiga siswa pindahan karena dikeluarkan dan ditolak oleh sekolah negeri. Dengan segala keterbatasan dan komitmen melayani masyarakat anak-anak “bermasalah” tersebut diterima dengan harapan dapat dibina dengan baik,” pungkasnya.