Enam Catatan Komnas HAM untuk Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan sejumlah catatan untuk satu tahun masa Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin. Ada enam masalah yang menjadi sorotan Komnas HAM.
Pertama, Komnas HAM menilai pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang masih mandek. Padahal, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam berbagai kesempatan menyatakan dirinya diberikan mandate khusus oleh Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah itu.
Beberapa kasus pelanggaran HAM di masa lalu, antara lain, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II di DKI Jakarta, Peristiwa Wasior di Papua Barat pada 2001, dan Penembakan Misterius 1982-1985.
“Stagnasi tersebut menjadi beban dan utang negara sehingga menjadi catatan buruk di dunia internasional. Terlebih, Indonesia adalah salah satu anggota Dewan HAM dan Dewan Keamanan PBB yang seharusnya memberikan contoh nyata dalam penegakkan hukum dan HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan tertulis, Rabu (21/10/2020).
Kedua, Komnas HAM mengungkapkan konflik agraria merupakan salah satu kasus yang paling banyak diadukan. Hal ini menunjukkan konflik agraria terus terjadi, meluas, dan eskalasi yang semakin meningkat. Dalam kurun waktu 2019 hingga Maret 2020, luasan konflik agraria di 33 provinsi mencapai 2.713.369 hektare.
Ahmad Taufan mengatakan, ada 101 kasus konflik agraria yang ditangani Komnas HAM hingga September 2020. Konflik itu terjadi di Jawa Barat, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah. Selain itu, konflik agraria terjadi Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur.
“Konflik agraria terkait dengan perkebunan, infrastruktur, dan kehutanan menjadi konflik yang paling sering terjadi. Konflik perkebunan mencapai 92 kasus, infrastruktur 78, dan barang milik negara (BMN) 41, pertambangan 38, kehutanan 30, dan lingkungan 29 kasus,” katanya.
Catatan ketiga terkait intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme dengan kekerasan. Komnas menilai tindakan masyarakat maupun aparatur negara yang intoleran masih terjadi.”Penghalangan dalam mendirikan rumah ibadah Gereja Baptis Indonesia Tlogo Sari di Semarang berhasil dimediasi oleh Komnas HAM. Penyegelan atas makam leluhur masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan, menimbulkan polemik hingga saat ini,” tuturnya.
Catatan keempat mengenai akses keadilan bagi masyarakat. Berdasarkan data Komnas HAM periode Januari-September ada 1.925 kasus aduan masyarakat. Rinciannya, pelanggaran hak atas kesejahteraan sebanyak 745, hak atas keadilan sebanyak 673, dan hak atas rasa aman 128 kasus
Kelima, penggunaan kekerasan oleh aparat negara masih kerap terjadi. Ahmad Taufan menjelaskan, aparat banyak dilibatkan dalam konflik-konflik terkait dengan pengamanan maupun sengketa sumber daya alam. “Permasalahannya, penggunaan kekuatan berlebih dan penggunaan kekerasan saat upaya paksa, seperti penangkapan, pemeriksaan, hingga penahanan masih kerap diadukan,” katanya.
Terakhir, catatan mengenai kebebasan berpendapat. Komnas HAM secara khusus memberikan perhatian atas tindakan negara, khususnya Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menyikapi aksi dan respons berbagai kelompok masyarakat atas polemik pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
“Komnas HAM menyerukan agar setiap perbedaan pendapat harus disikapi secara bijak dengan membuka dialog yang setara dan transparan, sebagai bagian dari kedewasaan berdemokrasi. Penindakan berlebihan apalagi mempidanakan kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi tidak perlu dilakukan karena berpotensi memberangus perbedaan pendapat,” katanya.