DPR Desak Jokowi Segera Terbitkan Perpres Penurunan Tarif BPJS
JAKARTA – Iuran BPJS Kesehatan hingga awal April belum juga diturunkan pemerintah meskipun Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Presiden No 75 Tahun 2019 sejak 27 Februari lalu. Presiden Joko Widodo diharapkan segera menerbitkan perpres baru untuk mengembalikan iuran ke kondisi semula.
Jika besaran tarif BPJS tidak juga kunjung turun, hal ini akan menimbulkan kebingungan di masyarakat yang telanjur tahu bahwa iuran batal naik. Penyesuaian tarif berdasarkan putusan MA juga sangat penting dilakukan karena banyak kondisi kehidupan masyarakat sedang sulit sebagai akibat dari persebaran virus korona (Covid-19). Iuran BPJS yang tidak kunjung turun dinilai akan memperparah ekonomi masyarakat, terutama kalangan bawah seperti pekerja sektor informal.
Komisi IX DPR dan Tim Advokasi BPJS Watch meminta pemerintah tidak abai terhadap masalah ini. Perpres baru dinilai harus segera diterbitkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat.
“Kan sudah saya sampaikan jauh hari bahwa keputusan itu tidak serta-merta dapat dilaksanakan. BPJS dan pemerintah pasti akan memberikan alasan bahwa belum terima salinan putusan MA,” ujar anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Komisi IX menurut Saleh segera mengingatkan pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan (Menkes) agar perpres baru bisa segera diterbitkan. Dia juga mengaku sejak awal sudah meminta agar MA proaktif mengirimkan salinan putusan tersebut yang menjadi alasan pihak BPJS. Penurunan tarif menurut dia penting sekali dilakukan karena masyarakat saat ini merasakan belum ada kepastian hukum terhadap iuran BPJS Kesehatan ini.
Wakil Ketua Fraksi PAN DPR itu mengakui bahwa memang ada ketentuan jika dalam waktu 90 hari pemerintah belum juga menerima salinan putusan MA dan belum juga ada perpres baru, putusan itu akan serta-merta berlaku. Tapi dia tidak ingin hal itu terjadi karena 90 hari adalah waktu yang lama. Selain menyulitkan masyarakat juga akan menimbulkan polemik.
“Tidak semua masyarakat memahami hukum secara baik. Yang mereka tahu, iuran BPJS tidak naik. Sejak itu mereka tentu merasa tidak perlu membayar kenaikan iuran lagi,” ucapnya.
Saleh menambahkan, melalui rapat Komisi IX secara virtual hari ini, Kamis (2/4/2020), dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Kesehatan, pihaknya akan mengingatkan pemerintah agar mengambil inisiatif.
Sesuai dengan ketentuan Perpres 75/2019 yang sudah dibatalkan MA, iuran peserta mandiri kelas 1, 2, dan 3 direvisi oleh perpres yang baru. Tim Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, Perpres 75 Pasal 34 ayat 1 dan 2 harus direvisi dengan perpres baru. “Nah, perpres baru itu yang sampai sekarang belum ditandatangani Presiden,” ucapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia menjelaskan perpres baru itu nantinya akan menjadi pegangan atau dasar hukum bagi BPJS Kesehatan untuk mengubah sistemnya, termasuk jumlah iuran yang menjadi tanggungan peserta. Dengan pembatalan Perpres 75, iuran harus diubah menjadi Rp80.000 untuk kelas 1, Rp51.000 kelas 2, dan Rp 25.500 kelas 3.
Namun, menurut Timboel Siregar, selagi perpres revisi itu belum ada, BPJS Kesehatan masih mengacu pada Perpres 75/2019. Dia melihat bahwa memang selama ini alasan yang dikemukakan pemerintah adalah belum mendapatkan salinan putusan, tetapi semestinya saat putusan itu diumumkan MA, maka MA maupun pemerintah proaktif untuk menyerahkan atau mendapatkan salinan dimaksud agar masyarakat mendapatkan kepastian.
“Karena sampai sekarang belum ada perpres hasil revisi, peserta harus tetap membayar dengan Perpres 75, yakni Rp160.000 untuk kelas 1, Rp110.000 untuk kelas 2, dan Rp42.000 untuk kelas 3. Artinya ini yang membuat kebingungan di masyarakat,” terangnya.
Oleh sebab itu dia mendesak pemerintah untuk segera menandatangani perpres baru karena pembayaran iuran itu paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, sedangkan sekarang sudah tanggal 1 dan masih ada 9 hari lagi agar masyarakat tidak perlu membayar lebih sebagaimana putusan MA.
“Percepatlah agar BPJS bisa mengubah segera di April ini sehingga pihak peserta bisa membayar sesuai dengan putusan MA,” katanya.
Selain itu untuk iuran sudah dibayarkan pada Januari, Februari, dan Maret dengan iuran baru, artinya ada kelebihan. Menurutnya hal itu bisa dikompensasi pada April ini sehingga kalau Perpres 75/2019 itu segera direvisi, iuran untuk April bisa dikompensasi dari iuran sebelumnya yang memang kelebihan bayar.
“Itu menurut saya. Jadi pemerintah dalam hal ini Presiden harus menandatangani perpres revisi dari Perpres 75/2019 kemarin,” tegasnya.
Tabik melihat persoalan hanya tinggal political will pemerintah saja karena tinggal diteken Presiden Jokowi. Dia berharap agar Presiden segera menandatangani ini agar masyarakat mendapat kepastian. Terlebih di tengah wabah Covid-19 di mana buruh dan pekerja informal kesulitan untuk mendapatkan penghasilan.
Menurut dia, jika dalam kondisi saat ini pekerja informal tidak mampu membayar iuran JKN sesuai dengan Perpres 75 karena kondisi pelemahan geliat ekonomi, akan banyak lagi peserta mandiri yang akan nonaktif sehingga tidak bisa menggunakan JKN ketika mereka sakit.