Djoko Pekik Tutup Usia, Seniman Lekra & Kontroversi Pameran di Amerika
Seniman lukis kenamaan Djoko Pekik mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (12/8) pagi. Maestro lukisan realis-ekspresifini wafat di usia 86 tahun di Rumah Sakit Panti Rapih, Kota Yogyakarta.
Djoko Pekik lahir di Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari 1937. Dia lulus dari Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta pada 1962 dan berhimpun ke Sanggar Bumi Tarung.
Selama perjalanan hidupnya, almarhum dikenal dengan goresan kuasnya yang menggambarkan nilai-nilai kerakyatan dan kemanusiaan.
“Karena seniman dulu kan sandarannya benar. Jadi mungkin definisi seni itu yang fine punya kagungan atau kemaslahatan, yang hari ini mungkin kemanusiaan menjadi barang yang sangat mahal,” kata seniman kondang Nasirun saat melayat Djoko Pekik di RS Panti Rapih, Kota Yogyakarta, Sabtu.
Nasirun memandang Djoko Pekik sebagai figur seniman yang peduli terhadap kesenian tradisi. Mendiang tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri, namun juga berkonsentrasi mengedepankan kerja kebudayaan.
Almarhum aktif menghadirkan ruang reriungan bagi sesama seniman. Senior dan junior menyatu di galeri miliknya. Pentas seni lengger ataupun Nini Thowong kerap kali disuguhkan dalam momen itu.
“Kerja kebudayaan dikedepankan bagaimana peduli terhadap kesenian tradisi. Dan enggak berjarak dengan karya-karya Pak Pekik itu dan yang ketika diwariskan hari ini supaya diteruskan agak kewalahan, memang eranya sudah jadi beda,” beber Nasirun.
Sepak terjang Djoko Pekik sebagai seniman lukis tak lepas dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dianggap dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Nasirun mengungkap guyonan almarhum soal almarhum yang dituduh terkait gerakan 30 September 1965.
“Mungkin ada sesuatu yang lucu yang ketika Pak Pekik dituding seorang yang sosialis. Pak Pekik dengan berkelakar ‘wong cita-cita saya kapitalis kok orang menuding saya Lekra’, sosialis lah,” kenangnya.