Disiplin Menurun, DPD Desak Evaluasi Total Strategi Penanganan Covid-19
JAKARTA – Jumlah orang terpapar Covid-19 terus meningkat setiap harinya. Lebih dari sepekan terakhir penambahan kasus baru selalu di atas 1.500 per hari.
Data terbaru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, jumlah orang positif Covid-19 mencapai 78.572, 3.710 meninggal dunia, dan 37.636 orang sembuh. Pemerintah pusat dan daerah (pemda) diminta untuk melakukan evaluasi penanganan pagebluk Covid-19.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi sepanjang Juli karena semakin menurunnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
Ini menjadi sinyal agar pemerintah segera memperbaiki strategi penanganan dan komunikasi mengenai Covid-19 kepada masyarakat. Ia mengungkapkan beberapa negara berhasil melandai kurva Covid-19 itu rata-rata membutuhkan waktu sekitar empat bulan.
Setelah itu, negara-negara itu mulai menata kembali kehidupan ekonomi dan sosialnya lewat pelonggaran pembatasan sosial. Dia menjelaskan masyarakat tidak boleh acuh akan bahaya virus Sars Cov-II atau kehilangan sense of crisis atas situasi ini.
“Sikap ini berpotensi lahir jika masyarakat terus berada dalam kondisi yang tidak pasti karena melihat upaya penanggulangan Covid-19 tidak menampakkan hasil signifikan. Untuk itu, perlu sinergi dan semangat baru yang semuanya bisa terjadi jika pemerintah mengevaluasi total strategi dan narasi penanggulangan Covid-19,” ujarnya, Rabu (15/7/2020).
Fahira menilai jika pada masa awal pandemi ini, pemerintah pusat melakukan tes massal, pelacakan, komunikasi publik yang baik, penggunaan teknologi informasi, dan mempersiapkan fasilitas kesehatan, kemungkinan besar Juli ini kasus positif sudah menurun. Bahkan bisa turun drastis.
Lonjakan kasus yang terjadi saat ini di beberapa daerah, menurutnya, bukan sepenuhnya tanggung jawab kepala daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Covid-19 Sebagai Bencana Nasional, kebijakan kepala daerah dalam penanggulangan Covid-19 harus memperhatikan kebijakan pusat.
Pada masa awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beberapa daerah sudah mengetatkan dan menghentikan operasional transportasi. Namun, hal itu terbentur dengan kebijakan pemerintah pusay yang malah melakukan pelonggaran transportasi.
Beberapa daerah yang ingin melakukan karantina wilayah juga tidak bisa karena bertentangan dengan konsep PSBB. Fahira mengutarakan kampanye new normal pada Juni lalu membuat daerah-daerah dalam posisi dilematis untuk melanjutkan PSBB.
Masyarakat sepertinya menangkap pelonggaran sebagai fase terkendalinya virus Sars Cov-II. Ini yang menyebabkan kewaspadaan turun. “Saya sepakat istilah new normal diganti karena memang tidak tepat dengan kondisi Indonesia saat ini,” pungkasnya.