Din Kritisi Moderasi Islam Sebagai Alat Menghadapi Kelompok yang Berbeda
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Profesor Din Syamsudin mengkritisi penggunaan istilah moderasi Islam sebagai alat menghadapi kelompok yang berbeda.
“Moderasi Islam sebagai lawan dari intoleransi, radikalisasi dan ekstrimitas telah dijadikan sebagai alat pemukul oleh kelompok yang berkuasa untuk memukul lawan lawan politik yang sesungguhnya ingin melakukan perbaikan,” ungkap Din.
Hal itu disampaikan Din pada Mimbar Demokrasi dan Kebangsaan Fraksi PKS DPR #2 dengan tema ” Moderasi Islam dan Kebangsaan Indonesia” yang digelar secara virtual, Jumat sore (12/3/2021).
Hadir dalam acara itu sebagai narasumber selain Prof. Dr. Din Syamsudin, juga Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Dr. Hidayat Nurwahid, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dan yang lainnya.
Din menjelaskan Islam adalah agama wasatiyah yang mencakup prinsip-prinsip seperti keseimbangan (tawazun), toleransi (tasammuh), lurus dan tegas (i’tidal), reformasi (islah), egaliter nondiskriminasi (musawah), musyawarah (syuro), mendahulukan yang prioritas (awlawiyah), dinamis kreatif inovatif (tathawwur wal ibtikar), dan berkeadaban (tahaddur).
Untuk itu, Din menyarankan agar prinsip-prinsip wasatiyah Islam terus dijalankan dan dilaksanakan secara konsekuen termasuk dalam bentuk kritik dan perbaikan kepada pemerintah dan dirinya mengapresiasi posisi PKS sebagai oposisi loyal.
“Saya senang, PKS menyatakan diri sebagai kekuatan oposisi, oposisi loyal. Loyal kepada negara yg dibentuk besama-sama, dimana jasa umat Islam sangat real dan signifikan, loyal kepada pemerintah yang dipilih hasil pemilu demokrasi berdasarkan konstitusi, namun kita kritis terhadap penyimpangan kelompok yang sedang berkuasa memimpin negeri,” tegas Din.
Wasatiyah Islam sendiri menurut Din telah bersenyawa dalam kebangsaan Indonesia dalam bentuk Pancasila. Kita semua bertanggung jawab menjaga Pancasila dari perilaku kelompok yang tidak pancasilais.
Sedangkan Profesor Azyumardi Azra menegaskan keberadaan Islam sebagai faktor utama kebangsaan Indonesia. Indonesia menjadi negara modern karena wasatiyah Islam, dan tidak mungkin menjadi Indonesia seperti sekarang jika kaum muslimnya bukan “ummatan wasatho”.
Islam juga tidak ada masalah dengan demokrasi di Indonesia, artinya kompatibel.
“Jadi islam wasatiyah di Indonesia bukan lagi konsep, melainkan praktek sejak dulu. Islam lah yang menyatukan Indonesia. Sehingga Islam jelas menjadi berkah bagi Indonesia. Jika di Barat ada tesis yang mengatakan Barat besar karena etos/etika protestan, maka di kita Indonesia besar karena Islamic ethos. Dan kita sama-sama buktikan tesis ini,” tegasnya.
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta ini mengatakan umat Islam dan keberagamaan Islam Indonesia mengalami perkembangan pesat dan akan mengalami apa yang disebut sebagai “moslem bonus demography”.
Hanya saja tantangannya bagi partai Islam seperti PKS bagaimana peningkatan keislaman tersebut berbanding lurus dengan pilihan terhadap partai Islam.
“Perlu ada penelitian mengapa peningkatan keislaman tidak meningkatkan pilihan pada partai Islam? Ini tantangan bagi PKS,” ungkap Azra.