Diminta Lanjutkan Simplifikasi Cukai Rokok, Ini Kata Kemenkeu
JAKARTA. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu melanjutkan penyederhanaan atau simplifikasi tarif cukai rokok setiap tahun.
Dalam skenario Bappenas, penerimaan negara disebut akan lebih optimal dan terjadi penurunan prevalensi merokok pada anak jika tarif cukai rokok kembali dipangkas menjadi 5 lapisan (layer) di 2024.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Kepatuhan Pengguna Jasa Bea dan Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan, pemerintah masih terus mengkaji kebijakan simplifikasi tarif cukai ke depannya.
Menurutnya membuat kebijakan penyederhanaan tarif cukai bukanlah perkara yang mudah. “Masih terus dikaji agar resultan dari empat pilar tetap seimbang dan terjaga. Bukan perkara mudah,” tutur Nirwala kepada Kontan.co.id.
Adapun empat pilar pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, rokok ilegal, dan penerimaan negara.
Nirwala menambahkan, untuk menjamin persaingan usaha yang adil dan seimbang, kebijakan tarif cukai ditentukan berdasarkan jenis rokok diantaranya SKM (Sigaret Kretek Mesin), SPM (Sigaret Putih Mesin), SKT atau SPT (Sigaret Kretek atau Putih Tangan).
Kemudian, SKTF atau SPTF (Sigaret Kretek atau Putih Tangan Filter), TIS (Tembakau Iris), KLM (Sigaret Kelembak Kemenyan), atau KLB (Rokok Daun), CRT (Cerutu), dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dan juga strata produksi (gol. 3, 2 dan 1).
Dihubungi secara terpisah, Managing Director PT Nojorono Tobacco International Arief Goenadibrata menilai, jika penyederhanaan simplifikasi tarif cukai tersebut dilakukan akan semakin memberatkan bagi pelaku bisnis dan berpotensi untuk menciptakan kompetisi bisnis yang tidak sehat.
“Terlebih, kebijakan simplifikasi juga mendorong peningkatan jumlah rokok ilegal yang saat ini semakin marak beredar di pasar,” kata Nojorono.
Sehingga Ia berharap, jika pemerintah kembali menerapkan penyederhanaan tarif cukai bisa ditinjau kembali baik dan buruknya. Hal ini agar industri rokok bisa terselamatkan, mengingat semua pelaku bisnis dan pasar masih dalam kondisi pemulihan ekonomi akibat pandemi lalu.