BNN Larang Kratom Mulai 2022, Petani Minta Solusi dari Jokowi
“Tolong pak Presiden segera menyikapi persoalan Kratom, masyarakat kami sudah mengantungkan hidupnya dengan tanaman kratom, berikan kami solusinya, agar kratom jangan dilarang,” kata tokoh masyarakat Kapuas Hulu, Rajuliansyah,di Putussibau, Kamis (7/11) seperti dilansir Antara.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kapuas Hulu itu mengaku kecewa atas pernyataan BNN yang mengategorikan tanaman kraton ke dalam jenis narkotika.
Rajuliansyah mengatakan pelarangan kratom itu dinilai bisa mematikan pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.
” Apalagi yang diharapkan masyarakat jika kratom pun dilarang, karet murah, mencari pekerjaan semakin sulit, biaya hidup semakin tinggi, tentu kondisi seperti itu dapat menimbulkan gejolak sosial ekonomi di tengah masyarakat,” ucap Rajuliansyah.
Dirinya meminta agar Presiden Jokowi bersama menteri-menteri terkait turun langsung ke wilayah Kapuas Hulu bertemu dan mendengarkan keluh kesah petani.
Sementara itu, Bupati Kapuas Hulu, Abang Muhammad Nasir, dengan tegas meminta pemerintah pusat dan pihak terkait agar membuat regulasi yang jelas terkait tanaman kratom.
“Jangan buat masyarakat kami resah, karena memang masyarakat Kapuas Hulu salah satu penghasil terbesar tanaman kratom yang sudah menjadi mata pencaharian masyarakat,” ujar Nasir di hadapan perwakilan BNN, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (5/10).
“Jadi sekali lagi kami minta regulasi yang jelas dan solusinya terbaik yang pro kepada masyarakat, masyarakat sudah terjepit ekonomi jangan buat susah lagi dengan tidak jelasnya aturan tentang kratom,” sambungnya.
Sebelumnya BNN menyatakan daun kratom dilarang total digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional mulai 2022. Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Mufti Djusnir di Pontianak pada Selasa lalu mengatakan pelarangan tersebut mulai berlaku secara menyeluruh pada 2022, atau lima tahun masa transisi setelah ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika 2017 silam.
Ia menjelaskan latar belakang pelarangan penggunaan daun kratom lantaran tumbuhan tersebut jauh lebih kecil manfaatnya dibandingkan efek dan kerugiannya.
“Daun kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan sehingga jika digunakan dengan dosis rendah akan menyebabkan efek stimulan, sementara penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedatif (menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati),” ungkapnya dalam kegiatan Focus Group Discussion tentang Tanaman Kratom antara Kepala BNN RI dan Forkopimda Kalbar di Pontianak.
Mufti menambahkan, kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin. Jika terus menerus dikonsumsi, katanya, kratom akan menimbulkan gejala adiksi, depresi pernapasan, bahkan kematian.
“Namun pada dosis yang lebih tinggi, antara 5-15 miligram memberikan gejala seperti senyawa opiat, yaitu analgesik dan sedasi sehingga sangat beda,” katanya.
Mufti juga menambahkan, berdasarkan data yang dihimpun pihaknya sudah didapati adanya kasus korban meninggal dunia akibat penggunaan kratom, baik kratom yang dikonsumsi tersendiri maupun yang dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat lainnya. Dia pun menjanjikan bahwa pelarangan kratom tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan.