AIDA Desak Pemerintah Terbitkan PP Terkait Kompensasi Hak Korban Terorisme
SOLO – Aliansi Indonesia Damai (AIDA) mendesak Pemerintah segera memperbaiki penyempurnaan hak hak korban aksi terorisme. Sejumlah kekurangan kekurangan mengenai pemenuhan hak korban perlu terus didorong guna diperbaiki.
Direktur AIDA Hasibullah Satrawi mengatakan, hak-hak korban aksi terorisme pada awalnya masih banyak kelemahan. Namun kemudian, pemerintah, DPR dan instansi terkait mulai ada penguatan mengenai perhatian dan pemenuhan hak hak korban. “Masih ada kekurangan kekurangan yang bagi kami penting untuk terus didorong guna disempurnakan,” ungkap Hasibullah Satrawi usai short course penguatan perspektif korban dalam peliputan isu terorisme yang digelar di Kota Solo, Minggu (8/12/2019).
Hadir juga dalam kesempatan itu Ali Fauzi Manzi, mantan kepala instruktur perakitan bom Jamaah Islamiyah, dan Reni Agustina, adik dari korban bom di Kedutaan Australia tahun 2004. Keduanya kini menjadi tim perdamaian AIDA. Hasibullah Satrawi mengemukakan, sebagai lembaga yang concern dengan pendampingan para korban, AIDA mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan hak hak korban dengan segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, pihaknya mendorong kementerian/lembaga terkait untuk semakin memenuhi hak hak korban terorisme sesuai aturan hukum yang berlaku.
Pihaknya mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait hak hak korban dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 2018 sebagai aturan turunan untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme. “AIDA juga mendorong pemberian kompensasi kepada korban lama, tidak menggugurkan hak hak lain di luar kompensasi. Karena hak hak korban pada prinsipnya berdiri sendiri sendiri,” urainya.
PP sebagai aturan turunan, di antaranya mengenai kompensasi. Hal itu dinilai sangat penting sebagai bukti pemenuhan keadilan dari negara kepada korban sebagai warganya. Dalam UU yang baru, ada harapan bagi keluarga korban, khususnya korban lama, bahwa mereka bisa mendapatkan kompensasi dari negara. Persoalannya ada limit waktu yang diatur dalam Undang Undang itu. Yakni dalam jangka waktu 3 tahun masa pengajuannya. “Ini sudah masuk tahun kedua, menjelang ketiga. Kalau sampai tahun ketiga PP tidak dikeluarkan, kami khawatir peraturan mengenai kompensasi akan menjadi peraturan yang kadaluwarsa,” tegasnya.
Yakni di luar batas waktu hukum. Sebab dalam sistem hukum apabila ada limit, maka berarti harus memperhatikan ketentuan ketentuan limitasi yang ada dalam aturan tersebut. “AIDA mendorong pemenuhan hak hak korban terorisme didasarkan atas azas keadilan dan kesetaraan,” lanjut Reni Agustina.
AIDA menghimbau masyarakat untuk mewaspadai ancaman ancaman kekerasan, terorisme. “AIDA menghimbau masyarakat untuk mengedepankan perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” timpal Ali Fauzi Manzi.