Pamer Gaya Hidup Mewah dan Hedon, Tanda Ada Gangguan Jiwa
Pamer Gaya Hidup Mewah dan Hedon, Tanda Ada Gangguan Jiwa
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengecam gaya hidup mewah yang dilakukan oleh jajaran pejabat Kemenkeu, karena hal tersebut dapat menimbulkan turunnya kepercayaan publik terhadap instansi tersebut. Menurut psikolog dan dosen di Universitas Gajah Mada (UGM), Novi Poespita Candra, kebiasaan orang memamerkan gaya hidup mewah cenderung memiliki jiwa yang sedang tidak baik dalam keseharian.
“Orang yang senang hidup bermewah-mewah, menganut hedonisme, yaitu hidup mengejar kesenangan. Hedonisme ini muncul karena biasanya ingin mengurangi rasa sakit dalam jiwanya, misal kelelahan jiwa, kehilangan makna hidup, rasa bersalah dan lain-lain yang muncul,” kata Novi.
Menurutnya, kebiasaan hidup mewah yang biasa dipamerkan ke banyak orang melalui berbagai platform media sosial akan semakin melekat ketika menemukan lingkungan yang sesuai.
“Jadi, selain gaya hidup karena cara berpikir, maka lingkungan dia yang sama membuat perilaku hedonisme ini semakin menguat. Dalam teori perilaku, adanya tekanan positif dari lingkungan akan memperkuat sebuah perilaku,” ucapnya.
Hidupkan empat hormon
Untuk membenahi hal tersebut, ada empat hormon yang harus dihidupkan agar mendapatkan jiwa yang bahagia dalam kehidupan sehari-hari, antara lain dopamin yang bertujuan meneruskan langkah positif untuk meraih pencapaian yang diimpikan dalam hidup. Selanjutnya, hormon yang dapat membuat orang lebih bahagia adalah oksitosin, yang berguna untuk menghadirkan rasa cinta, kasih sayang, empati, dan juga rpenerimaan yang tulus.
Ada pula hormon serotonin yang akan menghidupkan rasa bermakna dan bermanfaat bagi orang lain, seperti kegiatan sosial, sukarela, dan lain sebagainya. Untuk melengkapinya, orang juga butuh hormon endorfin atau kegembiraan yang lepas.
“Jika ada yang kurang dari yang di atas maka tidak tercipta kebahagiaan, maka ia akan sakit jiwanya dan harus mengejar kesenangan dengan hedonisme yang sering orang awam sebut kebahagiaan semu,” ucapnya.
Tidak hanya masyarakat biasa, hormon-hormon tersebut juga perlu dihidupkan pejabat yang kini sedang menjadi sorotan dengan berbagai kehidupan mewah yang sering ditampilkan ke publik melalui media sosial. Novi menyayangkan ketika ada pejabat yang dengan sengaja menampilkan kehidupan mewah karena pelayan publik justru harus mencerminkan kondisi masyarakat yang saat ini tengah berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
“Saya kira pejabat harus jadi pemimpin. Pemimpin berarti hidup dengan gagasan dan tindakan yang menginspirasi. Otomatis kalau nilai hidupnya ini maka mereka tidak bersandar pada kehidupan materialistis,” jelasnya.
Ia pun menambahkan kehadiran para pejabat untuk terjun dan berkomunikasi ke kalangan masyarakat justru akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi pada instansi yang dipimpin.