Sensasi Nikmat Jangan Lodeh Ndeso di Wulenpari
WONOSARI – Momen pulang kampung dewasa ini selalu diikuti dengan upaya mencari tempat makan yang menyajikan makanan khas pedesaan. Kembali ke desa menjadi konsep rumah makan dengan menu tradisional yang jarang dijumpai di perkotaan. Apalagi suasana untuk menikmatinya juga khas pedesaan.
Bangunan rumah Jawa baik rumah kampung maupun limasan yang semua dari kayu, dipadu dengan suara gemericik air dan pemandangan alam desa membangun suasana tersendiri yang memberi kesan mengasyikkan sekaligus nikmat untuk bersantai. Seperti halnya di Wulenpari. Sebuah lokasi resto dan juga vila yang berada di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, ini menyajikan menu andalan sayur lodeh dengan suasana pedesaan dan di pinggir sungai.
Di rumah makan pinggir kali Oya ini, kita bisa menikmati sajian tradisional. Seperti halnya nasi sayur lodeh yang banyak dikenal masyarakat pedesaan di Gunungkidul. Dalam bahasa Jawa, sayur lodeh biasa disebut jangan lodeh.
Pemilik Wulenpari, Aminudin Azis mengatakan, pihaknya sengaja membuat konsep traditional place dan traditional food. Keduanya dipadukan menjadikan suasana makan bersama keluarga layaknya kembali ke suasana desa. Hal ini didukung dengan desain lokasi yang mengasyikkan. Bagaimana tidak, rumah-rumah kuno menjadi titik-titik kita untuk menikmati hidangan tradisional ini. Belum lagi konsep vila yang juga menawarkan konsep rumah kuno yang digunakan untuk melepas penat dalam suasana yang tenang dan jauh dari kebisingan.
“Ini memang konsep kami, mengajak pengunjung untuk mengingat masa lalu saat di desa. Biasanya perantau akan terkenang dengan dinamika yang pernah dilakoni di desa. Makanya, selain konsep rumah, juga masih ada sepeda Jawa, ada luku (alat bajak sawah), dan beberapa peranti rumah adat Jawa,” kata pria yang akrab disapa Azis itu kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Azis kemudian bercerita mengenai masakan sayur lodeh yang menjadi ciri khas kuliner yang ditawarkan. Menurutnya, sayur lodeh adalah sayuran zaman dulu yang biasa dimasak dan digunakan untuk makan bersama. Dengan dipadu lauk seperti ikan pindang atau ayam goreng, masakan ini benar-benar terasa nikmat. Pemandangan alam bibir sungai Oya membuat suasana menjadi kian mengasyikkan.
Untuk memasak sayur lodeh, selain menggunakan bumbu khas Wulenpari yang tidak disebutkan oleh Azis, juga ada buah kluwih, kacang panjang, daun melinjo, serta kroto. Bahan tersebut adalah bahan utama yang bakal diberikan bumbu-bumbu. Bahan bumbu yang digunakan adalah brambang, bawang, cabai merah, tempe bosok, garam, petai, reseh, lengkuas, daun salam, gula merah, serta santan bening dan santan kental.
Untuk membuatnya, bawang merah dan bawang putih ditumbuk kemudian dimasak tumis sampai harum. Tidak lupa cabai dan gula merah diiris serta dimasukkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan semua bumbu. Tunggu sebentar sampai harum, kemudian masukkan santan bening dan tunggu sampai mendidih. Bahan-bahan awal seperti buah kluwih kemudian dicincang hingga kecil. Setelah itu masukkan semua sayuran dan diaduk sampai matang. Setelah itu tambahkan santan kental, tunggu sampai mendidih.
“Ini resep yang kami buat untuk sayur lodeh. Namun, memang ada rasa khusus khas Wulenpari sehingga terasa mak nyus,” imbuh Azis.
Untuk mendapatkan paket makan siang atau sore bersama keluarga, harga yang dipatok tidaklah mahal. Kisarannya antara Rp20.000-Rp40.000, tergantung menu yang dipilih.
Ida, salah satu pengunjung asal Jakarta mengaku, kaget dan sangat terkesan dengan konsep rumah makan tersebut. Sebagai warga kelahiran Gunungkidul, dia pun bisa mengembalikan memori kecil saat masih tinggal di desa. “Ini menarik sekali. Masakan tradisional asli Gunungkidul dan lokasi makannya eksotik. Sip, benar-benar teringat masa kecil saya ini,” ulasnya.
Untuk menuju lokasi ini, dari arah Yogyakarta kita bisa menggunakan kendaraan pribadi menuju Wonosari, Gunungkidul. Setelah sampai di pertigaan Pasar Sore di Kerjan, Putat, Patuk, ambil jalur ke kanan sekitar 3 KM. Sesampai di pinggir sungai sudah terpampang nama Wulenpari yang cukup indah. Namun, kita masih harus berjalan kaki menuju lokasi dengan jarak sekitar 300 meter. Perjalanan semakin asyik ketika pengunjung diajak meniti jembatan gantung untuk menyeberang anakan sungai. Selain itu, pengunjung juga bisa menggunakan jasa perahu menuju lokasi resto dan kawasan outbond tersebut.