Menyantap Nasi Bumbung Warisan Leluhur di Lereng Anjasmoro
MOJOKERTO – Memasak nasi, umumnya menggunakan panci atau magic com. Namun di Lereng Gunung Anjasmoro ini, ada masyarakat yang memasak nasi menggunakan bumbung (potongan bambu) lalu dibakar dengan perapian kayu hutan. Penasaran bukan?
Bisa dibayangkan aroma nasi dalam bambu yang terbakar. Apalagi perapian memakai kayu. Selain itu, selama proses menanak nasi, beras dalam bambu sudah dicampur dengan bawang putih dan garam secukupnya.
Alhasil, adonan bawang putih dan garam dalam bambu yang diproses dengan perapian kayu inipun cukup memberikan sensasi tersendiri bagi penikmatnya.
Penyajian nasi bumbung cukup unik. Setelah nasi dipastikan matang, bekas bambu yang terbakar dibersihkan. Penutup lubang untuk memasukkan nasi dibuka dan disajikan langsung. Penikmat bisa langsung mengambil nasi dari dalam bambu untuk dinikmati.
Tak berhenti disitu, gurihnya nasi bumbung semakin legit dengan menu sambal. Warga lereng Gunung Anjasmoro biasa menyebut sambal tersebut dengan sebutan sambal genjrot, karena cara pembuatan sambal dengan ditumbuk di dalam bambu.
Bahan sambal ini terdiri dari kemiri, bawang merah, bawang putih, kremosan serta cabai. Menariknya, sambal ini disajikan bersama dengan sayur rotan muda yang sudah dibakar.
Kuliner langka ini dapat ditemui di Desa Begagan Limo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto. Tepatnya dibawah pohon akar seribu, salah satu tempat wisata alam di Desa Bagagan Limo.
Akar seribu merupakan pohon koang atau pohon tali rogo yang sudah berumur ratusan tahun dan memiliki banyak akar. Di sisi pohon ada nuansa sungai kecil dengan banyak batu serta air jernih yang mengalir dari kaki Gunung Anjasmoro.
Warga Begangan Limo, Kardi, mengungkapkan, nasi bumbung merupakan warisan nenek moyang warga Begagan Limo. Konon, teknik memasak seperti ini dilakukan oleh para leluhur saat pergi ke hutan.
“Karena butuh waktu berhari-hari didalam hutan untuk berburu berbagai kebutuhan seperti madu, kayu, dan lain sebagainya, maka mereka cukup berbekal beras dan bumbu seadanya,” kata dia.
Kardi dan warga lainnya ingin melestarikan kuliner warisan leluhur ini. Hanya saja, ia akan memasak nasi jika ada pesanan. “Wisatawan yang mau berkunjung kesini bisa pesan. Mereka juga bisa merasakan langsung bagaimana asiknya memasak sendiri disini,” imbuhnya.
Ia mengatakan, selain nasi bumbung, pengunjung juga akan dijamu dengan minuman tradisional hasil alam lainnya berupa rempah-rempah.
Minuman ini berbahan kayu secang, sere, pala, kayu manis, cengkeh dan gula batu. Semua bahan dimasukan dan dimasak dengan api kecil sampai harum. “Nasi bumbung dan minuman secang saat ini bisa dinikmati masyarakat saat berkunjung ke wisata Akar Seribu di Desa Bagagan Limo,” tandas Kardi.
Sekadar diketahui, untuk berkunjung ke Wisata Akar Seribu, pengunjung harus berjalan kaki sejauh 700 meter dari pemukiman warga. Selama menyusuri jalan setapak, pengunjung dimanjakan oleh hijaunya alam dan disuguhi suara gemericik air sungai yang masih jernih.