Sindikat Jual Beli Rumah Mewah Tipu Korban Rp85 Miliar, Libatkan Notaris Abal-abal
JAKARTA – Kepolisan Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengamankan delapan tersangka kasus dugaan penipuan jual beli rumah mewah dengan melibatkan notaris palsu alias abal-abal.
Kedelapan tersangka itu, yakni Dedi Rusmanto, Raden Handi, Arnold Yosep, Henry Primariady, Siti Djubaedah, Bugi Martono, Dimas Okgi Saputra, dan Denny Elza. Sedangkan dua tersangka lainnya, Neneng dan Ayu, masih dalam pengejaran polisi.
Sementara itu, tersangka Dedi Rusmanto merupakan narapidana atas kasus serupa dan masih menjalani hukuman di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Cipinang.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan salah seorang korban bernama Indra Hosein, akhir 2019 lalu. Dalam laporannya, korban mengaku ditipu setelah mengetahui sertifikat rumahnya diagunkan oleh rentenir.
Saat itu, korban akan menjual rumahnya di kawasan Jakarta Selatan kepada tersangka, Diah, senilai Rp70 miliar. Bahkan Diah mengajak Indra untuk mengecek keaslian sertifikat rumahnya tersebut ke kantor Notaris Idham. Di mana kantor notaris itu merupakan akal-akalan sindikat tersebut saja.
“Itu notaris fiktif dengan nama kantor Notaris Idham. Di sana ada tersangka Raden Handi yang mengaku sebagai notaris Idham. Di kantor Notaris Idham, korban memberikan fotokopi (sertifikat) untuk dicek di (kantor) Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Selatan,” ujar Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana, di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Selanjutnya, korban diwakili oleh rekannya, Lutfi, didampingi tersangka Dedi Rusmanto, mendatangi kantor BPN Jaksel. Namun tanpa sepengetahuan Lutfi, sertifikat rumah milik korban telah ditukar menjadi sertifikat palsu.
Dari tugasnya itu, Dedi mendapat uang senilai Rp30 juta. “Sertifikat yang asli disimpan (tersangka Dedi Rusmanto), kemudian (sertifikat) yang palsu diserahkan ke saudara Lutfi,” kata Nana.
Kemudian sertifikat asli korban pun diserahkan oleh tersangka Dedi kepada Dimas Okgi dan Ayu. Lalu keduanya menemui seorang rentenir untuk mengagunkan sertifikat rumah milik korban.
Untuk meyakinkan, Dimas dan Ayu membawa satu orang yang berperan menjadi Indra dan istrinya. Setelah berhasil meyakinkan, mereka mengagunkan sertifikat itu senilai Rp11 miliar.
“Uang sebesar Rp11 miliar ditransfer ke rekening bank Danamon dan ditarik tunai untuk diserahkan ke tersangka Arnold dan Neneng,” jelasnya.
Tetapi korban baru menyadari kalau sertifikat rumahnya diagunkan saat ada pembeli yang berniat membeli rumahnya tersebut. Pasalnya, saat sertifikat dibawa ke BPN, diketahui kalau serfitikat yang disimpannya itu merupakan palsu.
“Korban baru tersadar kalau dokumen asli dipalsukan ketika ada orang yang mau membeli rumahnya, kemudian BPN menyatakan dokumen sertifikatnya palsu,” ujar Nana.
Akibat aksi sindikat tersebut, korban mengalami kerugian ditaksir mencapai Rp85 miliar.
“Kerugian sekitar Rp 85 miliar dengan rincian Rp 70 miliar dari pemilik sertifikat rumah dan Rp11 miliar dari rentenir yang memberikan pinjaman,” pungkas Nana.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUHP dan atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 Pasal 3, 4, 5 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.