Fri. Nov 8th, 2024

Berita olahraga dan game online Trans7sport

Link altenatif Nagaliga : nagasuara.com ,trans7sport.com , Prediksinagaliga.com , nagaliga.xyz , nagaliga.me , nagaliga.info , nagaligasbo.com , nagaliga.best , nagaliga.club , nagaliga9.com , nagaligaqq.com , togelnagaliga.com

Prostitusi Artis, Kriminolog Forensik: Tidak Setiap Pelacur Bisa Dikategori Jadi Korban

JAKARTA – Fenomena artis terjun di dunia prostitusi bukan hal yang tabu lagi. Banyak sederet artis yang pernah diamankan polisi terkait kasus prostitusi kembali masuk ke lokasi yang sama.

Beberapa waktu lalu, artis Vanessa Angel ditangkap di Surabaya terkai prostitusi artis. Dua hari lalu, ada lagi, penangkapan artis FTV Hana Hanifah di hotel bintang lima di  Medan oleh Polrestabes Medan dalam kondisi bugil bersama seorang pengusaha A, diduga juga terkait kegiatan serupa, polisi mendapat bukti tranfer tarif Rp 20 juta.

Menanggapi hal itu, pakar kriminologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, fenomena tentang artis yang menyambi sebegai pelacur atau justru pelacur yg menyambi sebagai artis?

Menurutnya, tidak setiap pelacur bisa dikategori sebagai korban. Hanya orang yang menjadi pelacur dalam involuntary prostitution yang layak disebut sebagai korban perdagangan orang, korban eksploitasi.

“Tapi orang yang menjadi pelacur dalam voluntary prostitution bukanlah korban. Situasinya bukan perdagangan orang, melainkan perdagangan layanan seksual,” kata Reza, Selasa (14/7/2020).

Namun Reza menyayangkan, walau secara umum publik menolak dan menganggap pelacuran sebagai kehinaan, namun si pelacur dan penggunanya ternyata tidak bisa dijerat hukum.

“Tidak ada hukum atau UU di sini yang bisa menjerat mereka. Cuma mucikari saja yang dipidana. Harap diingat, KUHP kita itu produk Barat (Belanda),” tukasnya.

Maksimal, UU ITE yang diterapkan polisi, sambung Reza bukan terkait pelacurannya, tapi terkait penyebarluasan konten pornografi dan melanggar kesusilaan. Meski demikian polisi tetap bagus mengungkap masalah tersebut.

Kerja polisi semoga mengaktivasi sanksi sosial.

“Makanya, masukkan ihwal pelacuran ke dalam KUHP. Perempuan pengusung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual justru ingin mengecoh kita dengan memidana pemaksaan prostitusi. Sepintas, gagasannya bagus. Tapi kalau dicermati, justru itu gagasan ngawur. Pemaksaannya yang mereka permasalahkan. Prostitusinya sendiri, asalkan tidak ada pemaksaan, tidak dipersoalkan,” pungkasnya.

Karena itu, sanksi sosial yang tepat diberikan kepada kasus tersebut adalah dengan jangan kasih order sama sekali dan boikot sinetronnya. “Sekarang pun sudah terekspos identitasnya ke publik. Kalau masih banyak yang menggunakan jasanya justru kita yang eror,” ucapnya.

Leave a Reply

Categories

Social menu is not set. You need to create menu and assign it to Social Menu on Menu Settings.