Polri Bongkar Penipuan Perlengkapan Covid-19 Jaringan Internasional, Rp141 Miliar Disita
JAKARTA – Bareskrim Polri membongkar lima kasus penipuan peralatan kesehatan (alkes) Covid-19 lintas negara (jaringan internasional) dengan modus business e-mail compromise (BEC). Sindikat internasional ini diotaki WN Nigeria dibantu Warga Negara Indonesia Indonesia (WNI).
Akibat kejahatan ini para korban mengalami kerugian mencapai Rp 276 miliar. Dari pengungkapan kasus ini Bareskrim Polri juga menyita total uang tunai Rp 141 Miliar.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, asus kejahatan dengan modus email compromise merupakan kasus kejahatan lintas negara menjadi atensi dari FATF (Financial Action Tax Force), sebagai badan dunia yang dibentuk dalam penanganan kejahatan pencucian uang.
Kejahatan ini menjadi sorotan, kata Sigit karena berlangsung saat dunia sedang menghadapi situasi pandemi. Kelompok ini memanfaatkan celah dimana negara-negara sedang mencari alat-alat terkait pencegahan Covid-19.
“Baik berupa APD ataupun alat-alat rapid test. Terkait dengan kejahatan ini Bareskrim telah menangani 5 kasus melibatkan lintas negara. 3 kasus terkait dengan Covid-19 dan 2 kasus terkait transfer dana dan investasi,” kata Sigit, Rabu (16/12/2020).
Sigit menjelaskan, terkait peralatan Covid-19 terdapat 3 negara yaitu Itali, Belanda dan Jerman. Sedangkan terkait dana dan investasi, Argentina dan Yunani. Kasus ini menjadi menarik karena melibatkan sindikat internasional melibatkan jaringan WN Nigeria dibantu WNI.
“Tentunya menjadi kewajiban kita bagaimana kemudian kita ungkap kasus ini untuk kemudian mengembalikan citra Indonesia di mata internasional terkait dengan masalah ini,” pungkas Sigit.
Kasus ini terbongkar berawal, pada 3 November 2020, Div Hubinter Polri menerima informasi dari interpol Belanda adanya penipuan dengan modus BEC. Kemudian ditindaklanjuti Bareskrim Polri kemudian bekerja sama dengan PPATK.
“Dimana korban dari modus operandi BEC ini perusahaan Belanda dengan nama PT Medipos medical spals BF,” tukas Sigit.
Dalam menjalankan aksinya, para jaringan penipu internasional ini mengirim email terkait dengan perubahan nomor rekening. Itu terkait dengan rencana pembayaran untuk memesan rapid tes covid yang telah dipesan oleh warga negara Belanda.
“Sehingga kemudian korban mentransfer dana ke rekening atas nama CP Bio sensor dimana ini perusahaan fiktif sejumlah 3.597.875 dollar Amerika atau senilai Rp 52,3 miliar,” katanya.
Amankan Tersangka
Dari kegiatan tersebut, jelas Sigit pihaknya kemudian mengamankan tersangka, ODC alias Emeka. Kemudian tersangka Hafiz yang bertugas untuk membuat dokumen fiktif seolah-olah menjadi direktur perusahaan fiktif tersebut, kemudian dibantu oleh saudara Belen alias Dani dan Nurul alias Iren.
“Sehingga total kerugian yang ditimbulkan adalah kurang lebih dari rangkaian kegiatan mereka, sebesar Rp 276 miliar dan saat ini kita sita Rp 141 miliar,” pungkas Sigit.
Sedangkan untuk kasus yang sekarang, Sigit mengaku, pihaknya menyita dokumen perusahaan fiktif dari perusahan tersebut dan uang hasil kejahatan Rp 27 miliar.
Kemudian ditambahkan seluruhnya dari rangkaian yang ada ternyata saudara Emeka dan Hermawan ini sudah beberapa kali melakukan kejahatan dengan modus yang sama.
“Di tahun 2018, korbannya WN Argentina dengan kerugiannya Rp 43 milliar dan di tahun 2019 dengan korban WN Yunani kerugian kurang lebih Rp 113 miliar. Ini sudah divonis 2 tahun 6 bulan, sementara yang pertama tadi sudah divonis 3 tahun,” kata Sigit.
Kemudian di tahun 2020 yang bersangkutan kembali melakukan kejahatan yang sama. Kali ini korbannya adalah warga negara Italia dengan rugian Rp 58 miliar dan di tahun 2020 juga korban warga negara Jerman dengan kerugian Rp 10 Miliar dan saat ini yang baru diekspose warga negara Belanda.
Dari hasil kejahatan tersebut, tersangka membeli valas, aset-aset tanah, mobil, rumah dan lainnya.
“Yang perlu saya tekankan di sini bahwa, tersangka ini walaupun sudah vonis dan menjalani hukuman di rutan Serang namun ternyata di dalam rutan, yang bersangkutan terus melakukan kejahatannya dengan bekerja sama dengan kelompok di Nigeria dan kelompok-kelompok baru di Indonesia,” tukas Sigit.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan pasal 378 dan 263 KUHP Pasal 85 UU nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana, pasal 45 juncto pasal 28 tentang ITE dan pasal 55 serta pasal 56 KUHP dan juga pasal 3 pasal 4 pasal 5 dan pasal 6 atau pasal 10 UU no 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.