KPK Tahan Tersangka Korupsi RTH Bandung
NAGALIGA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap eks anggota DPRD Kota Bandung, Kadar Slamet, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung, Jawa Barat.
“Hari ini kami melakukan penahanan terhadap tersangka KS [Kadar Slamet] selama 20 hari ke depan mulai 5 Februari 2020 sampai 24 Februari 2020 di rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Rabu (5/2) malam.
Ali menuturkan Slamet disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Slamet menyusul kedua tersangka lain yang lebih dulu ditahan penyidik komisi antirasuah beberapa waktu lalu, yakni mantan anggota DPRD Kota Bandung, Tomtom Dabbul Qomar dan mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung, Hery Nurhayat.
Dengan itu KPK membuka penyidikan baru pada tanggal 16 Oktober lalu dan menyatakan DSG [Dadang Suganda] dari unsur wiraswasta sebagai tersangka.KPK mengungkapkan setidaknya terdapat kerugian keuangan negara mencapai Rp65 miliar dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah untuk RTH di Pemerintah Kota Bandung tahun 2012-2013 ini.
Dari hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan setidaknya ada kerugian sebesar 60 persen dari nilai proyek yang direalisasikan.
Pada kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Hery Nurhayat (HN), selaku Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung; Tomtom Dabbul Qomar (TDQ) dan Kadar Slamet (KS) selaku anggota DPRD Kota Bandung Periode 2009-2014.
Dari fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang menyatakan ada pihak-pihak lain yang turut menikmati kerugian negara dalam kasus ini.
Kasus ini bermula ketika Wali Kota Bandung di tahun 2011, Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung. Kemudian diusulkan kebutuhan anggaran pengadaan tanah terkait proyek ini sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi tanah di tahun 2012.
Namun diduga ada anggota DPRD Bandung yang meminta penambahan anggaran menjadi Rp57,21 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penambahan ini dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Padahal tanah yang dijadikan alasan penambahan lokasi sebenarnya sudah dibeli oleh pihak oknum dari warga sekitar.
Kemudian pada September 2012, kembali diajukan penambahan anggaran menjadi Rp123,93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan sebanyak Rp115,22 miliar di 7 kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Pemkot Bandung sendiri tidak membeli tanah langsung dari pemilik tanah, melainkan melalui makelar yakni tersangka KS dan DSG.
Dalam proses pengadaan tanah, DSG memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Edi Siswadi yang telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap Hakim yang menangani perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung.
Edi Siswadi dalam hal ini memerintahkan HN untuk membantu DSG dalam proses pengadaan tanah. DSG kemudian membeli tanah pada sejumlah pemilik tanah dengan harga yang jauh lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat, yakni sebesar Rp13,5 miliar.
Untuk tanah-tanah ini, Pemkot Bandung membayar sebesar Rp43,65 miliar kepada DSG. Sehingga ada setidaknya Rp30 miliar yang digelapkan.Sebagian dari uang ini diberikan kepada Edi Siswadi sebanyak Rp10 miliar. Di mana uang tersebut kemudian dipakai untuk menyuap hakim di Pengadilan Negeri Bandung.