Dituntut 12 Tahun Tapi Divonis Bebas, Ini Kronologi Kasus Ronald Tannur
Surabaya – Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI F-PKB, Edward Tannur terdakwa pembunuhan sadis kekasihnya, Dini Sera Afrianti (29) divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Hakim menilai Ronald tak terbukti membunuh atau menganiaya Dini hingga tewas.
Putusan ini sempat mengejutkan pengunjung yang hadir di sidang putusan di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7). Padahal jaksa sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun pidana penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Ronald terhadap Dini terjadi pada Selasa, 3 Oktober 2023. Saat itu, Dini datang bersama Ronald ke tempat karaoke Blackhole KTV di Lenmarc Mall jalan Mayjend Jonosewojo, Surabaya.
Di dalam room nomor 7, mereka berkaraoke dan meminum-minuman beralkohol jenis Tequilla Jose hingga lewat dini hari atau Rabu, 4 Oktober. Alhasil keduanya mabuk lantas hendak pulang.
Petaka mulai di sini, saat keduanya berada di depan lift untuk turun ke parkiran mobil. Keduanya cekcok. Saat di dalam lift, Ronald lantas menampar Dini hingga memukul botol Tequilla yang dibawa Ronald. Penganiayaan kemudian berlanjut di basement bahkan Dini sempat dilindas dengan mobil.
Akibat perbuatannya itu, Dini mengalami luka parah dan sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia. Kondisi Dini usai dilindas dan saat dibawa ke rumah sakit sempat terekam dan viral di media sosial.
Kematian Dini ini selanjutnya diselidiki polisi dan menetapkan Ronald sebagai tersangka pada Jumat, 6 Oktober 2024. Ronald saat itu dijerat dengan Yakni pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan.
Kasus ini sempat menjadi sorotan nasional kala itu. Sebab ayah Ronald yakni Edward Tannur kala itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI Fraksi PKB. Namun saat itu, polisi tegas membantah akan mengintervensi kasus pembunuhan Dini dan selanjutnya baru dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Perkara pembunuhan yang menjerat Ronald ternyata tak semulus yang dikira. Sebab berkas perkara dari polisi ke Kejari Surabaya sempat mondar-mandir karena belum dinyatakan lengkap. Sorotan kali kembali tertuju ke polisi dan kejaksaan.
Hingga pada Kamis, 17 Januari 2024, berkas yang diterima Kejari Surabaya dari kepolisian dinyatakan P21 atau lengkap. Dari sini, babak baru kasus pembunuhan Ronald memasuki persidangan.
Sidang perdana Ronald sendiri diketahui digelar secara daring di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa, 19 Maret 2024. Sedangkan Ronald tampak mengikuti dari balik layar di rumah tahanan Kejari Surabaya.
Saat sidang memasuki agenda tuntutan, jaksa sempat menunda hingga tiga kali. Alasannya, jaksa saat itu belum siap dengan tuntutan yang dibacakan. Hingga pada akhirnya, pada Kamis, 27 Juni 2024, jaksa menuntut hukuman 12 tahun pidana penjara karena terbukti melanggar Pasal 338 KUHP.
Hukuman itu juga masih ditambah jaksa dengan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris. Total restitusi dalam surat tuntutan yang harus dibayarkan oleh Ronald mencapai Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun amar putusan yang dibacakan hakim ketua Erintuah Damanik ternyata menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald. Hakim Damanik menilai Ronald tak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
“Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” kata hakim ketua Damanik membacakan amar putusannya, Rabu (24/7/2024).
Putusan ini pun disambut tangis Ronald. Ia lantas beranjak dari kursi pesakitan dan tampak berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya. Ronald lalu menyebut vonis yang diterimanya merupakan pembuktian dari Tuhan.
“Tidak apa-apa, yang penting Tuhan yang membuktikan. Nanti saya serahkan pada kuasa hukum saya,” kata Ronald saat dikeler petugas ke tahanan usai sidang.
Putusan ini sempat mengejutkan pengunjung yang hadir di sidang putusan di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7). Padahal jaksa sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun pidana penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Ronald terhadap Dini terjadi pada Selasa, 3 Oktober 2023. Saat itu, Dini datang bersama Ronald ke tempat karaoke Blackhole KTV di Lenmarc Mall jalan Mayjend Jonosewojo, Surabaya.
Di dalam room nomor 7, mereka berkaraoke dan meminum-minuman beralkohol jenis Tequilla Jose hingga lewat dini hari atau Rabu, 4 Oktober. Alhasil keduanya mabuk lantas hendak pulang.
Petaka mulai di sini, saat keduanya berada di depan lift untuk turun ke parkiran mobil. Keduanya cekcok. Saat di dalam lift, Ronald lantas menampar Dini hingga memukul botol Tequilla yang dibawa Ronald. Penganiayaan kemudian berlanjut di basement bahkan Dini sempat dilindas dengan mobil.
Akibat perbuatannya itu, Dini mengalami luka parah dan sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia. Kondisi Dini usai dilindas dan saat dibawa ke rumah sakit sempat terekam dan viral di media sosial.
Kematian Dini ini selanjutnya diselidiki polisi dan menetapkan Ronald sebagai tersangka pada Jumat, 6 Oktober 2024. Ronald saat itu dijerat dengan Yakni pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan.
Kasus ini sempat menjadi sorotan nasional kala itu. Sebab ayah Ronald yakni Edward Tannur kala itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI Fraksi PKB. Namun saat itu, polisi tegas membantah akan mengintervensi kasus pembunuhan Dini dan selanjutnya baru dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Perkara pembunuhan yang menjerat Ronald ternyata tak semulus yang dikira. Sebab berkas perkara dari polisi ke Kejari Surabaya sempat mondar-mandir karena belum dinyatakan lengkap. Sorotan kali kembali tertuju ke polisi dan kejaksaan.
Hingga pada Kamis, 17 Januari 2024, berkas yang diterima Kejari Surabaya dari kepolisian dinyatakan P21 atau lengkap. Dari sini, babak baru kasus pembunuhan Ronald memasuki persidangan.
Sidang perdana Ronald sendiri diketahui digelar secara daring di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa, 19 Maret 2024. Sedangkan Ronald tampak mengikuti dari balik layar di rumah tahanan Kejari Surabaya.
Saat sidang memasuki agenda tuntutan, jaksa sempat menunda hingga tiga kali. Alasannya, jaksa saat itu belum siap dengan tuntutan yang dibacakan. Hingga pada akhirnya, pada Kamis, 27 Juni 2024, jaksa menuntut hukuman 12 tahun pidana penjara karena terbukti melanggar Pasal 338 KUHP.
Hukuman itu juga masih ditambah jaksa dengan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris. Total restitusi dalam surat tuntutan yang harus dibayarkan oleh Ronald mencapai Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun amar putusan yang dibacakan hakim ketua Erintuah Damanik ternyata menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald. Hakim Damanik menilai Ronald tak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
“Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” kata hakim ketua Damanik membacakan amar putusannya, Rabu (24/7/2024).
Putusan ini pun disambut tangis Ronald. Ia lantas beranjak dari kursi pesakitan dan tampak berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya. Ronald lalu menyebut vonis yang diterimanya merupakan pembuktian dari Tuhan.
“Tidak apa-apa, yang penting Tuhan yang membuktikan. Nanti saya serahkan pada kuasa hukum saya,” kata Ronald saat dikeler petugas ke tahanan usai sidang.