Cerita Bentrok Warga Pinrang-Penambang yang Bikin Kapolsek Bersimpuh
Jakarta –
Kapolsek Cempa, Pinrang, Sulsel, Iptu Akbar Andi Malloroang bersimpuh memohon agar warga tidak menganiaya penambang jadi viral di media sosial. Kapolsek ini duduk bersimpuh dekat penambang yang sudah tersungkur di tanah.
“Kenapa saya langsung terduduk, karena masyarakat sudah dalam keadaan marah sekali. Sudah nggak bisa dibendung emosinya. Tangan saya langsung bermohon, saya katakan bahwa ‘Sudah Pak, ini orang sudah jatuh, sudah Pak, sudah’. Setelah itu ada beberapa dari masyarakat tersadar, makanya mereka langsung mengatakan juga ‘sudah, sudah, sudah’,” kata Kapolsek Cempa Iptu Akbar saat dihubungi detikcom, Senin (11/11/2019).
“Itu yang videoin saya kurang tahu karena anggota kami di sana lagi amankan (warga) yang lain saat kejadian. Mungkin warga (yang merekam),” sambung Akbar.
Iptu Akbar menceritakan kejadian yang terekam dalam video itu adalah bentrokan antar masyarakat Desa Salipolo, Cempa, Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan penambang pasir pada pekan lalu. Warga menolak adanya aktivitas penambangan di wilayah desa mereka.
“Bapak Kapolres telepon kami, telepon ke polsek, saya diperintahkan ‘Pak Kapolsek tolong turun ke lapangan, ada informasi ada pergerakan masyarakat Desa Salipolo akan turun ke lokasi tambang untuk melakukan penghentian terhadap tambang yang ada di situ’,” ujar Akbar.
“Memang waktu itu Pak Kapolres tidak bisa turun ke lapangan karena sedang mendampingi tim dari Polda (Sulawesi Selatan) untuk pembuatan SPN (Sekolah Polisi Negara) di Pinrang,” imbuh dia.
Akbar mengatakan dirinya dan 3 anggotanya menghampiri lokasi tambang. Satu anggota intel Polsek Cempa ditugaskan mengawasi pergerakan warga.
“Setelah kami sampai di lokasi tambang, bertemu penjaga tambang, saya sampaikan ‘Kalau bisa kita keluar dari area tambang sini.’ Setelah kami sampaikan, kami malah dimarah-marahi, ‘Kalau memang mereka (masyarakat desa) mau datang, silakan datang ke sini, kita baku bunuh’,” sambung Akbar.
Beberapa saat kemudian datang 250 warga desa ke lokasi tambang sambil membawa senjata tajam dan bambu runcing. Akbar lalu meminta bantuan pasukan dari Polres Pinrang, sambil mencegah warga memasuki lokasi tambang.
“Kami sampaikan, ‘Tak usahlah kita ke tambang. Biar saya yang hubungi ke tambang supaya tak usah lakukan aktivitas’. Kami tidak dihiraukan, malah masyarakat merangsek masuk, maju sampai ke tempat eskavator, di sana mereka melakukan aksi anarkis mau melakukan pembakaran,” tutur Akbar.
Akbar menerangkan ketika dirinya sedang berupaya negosiasi dengan warga untuk tak bertindak anarkis, terjadi bentrokan di mana kedua kelompok saling menyerang. Pihak tambang merasa ekskavator mereka terancam akan dibakar.
“Pihak dari tambang ini beranggapan mereka punya eksavator dirusak, makanya mereka maju ke depan bawa parang. Sekitar 5 meter dari ekksavator, mereka berhadapan saling mengayunkan parangnya. Pada saat itu saya melihat kondisi, saya sedikit ke samping, pada saat ada celah saya masuk (di antara warga dan penambang), karena saya lihat ada dari penambang sudah jatuh karena matanya dilempari pasir, setelah itu mereka (penambang) tumbang,” terang Akbar.
Akbar yang khawatir penambang jadi bulan-bulanan warga desa, langsung bersimpuh di sebelah tubuh penambang dan memohon agar warga tak melakukan pengeroyokan. Warga yang melihat Akbar memohon akhirnya luluh
“Di situ dalam hati saya ‘Alhamdulillah mereka mundur’. Penambang bawa parang panjang, sedangkan dari masyarakat banyak bawa bambu runcing panjang, mereka gunakan bambu runcing sambil melempar pasir (ke arah penambang). Pada saat kena pasir, banyak penambang jatuh. Ada dua korban sebenarnya,” jelas Akbar.
“Yang (dalam video) viral itu korban kedua. Korban pertama, pada saat mereka saling serang, saya sempat ke korban pertama karena sudah jatuh. Setelah saya kuasai, saya peluk, saya suruh lari saat masyarakat sudah beralih ke korban kedua. Namun dia lari ke arah semak belukar. Setelah dia lari ke semak belukar, saya datangi korban kedua yang viral itu,” kata Akbar.
Akbar mengatakan korban pertama menderita luka tebas akibat benda tajam di bagian bahu dan tangan dan berhasil ditemukan setelah sebelumnya terkapar di tengah semak belukar area pertambangan. Sementara korban kedua terkena pasir di mata.
“Korban pertama diparang, luka cukup parah. Tangan sebelah kiri urat tendonnya, hampir putus, bahunya ada bekas luka tebas juga,” imbuh Akbar.
Akbar menerangkan status area tambang di desa itu sebenarnya mendapat izin dari pemerintah setempat. Namun warga menolak aktivitas tambang karena khawatir akan terjadi abrasi di desa mereka.
“Status tempat tambang itu memang punya izin. Namun masyarakat tidak menerima tambang itu kareba apabila akan dilakukan penambangan, mereka khawatir akan terjadi abrasi pada kampungnya. Makanya mereka bilang ‘Mendingan mereka mati, supaya anak cucunya nggak kena abrasi’. Kejadiannya spontan sekitar 30 menit. Itu cepat kejadiannya,” jelas ayah tiga anak ini.
Pascakejadian, masih kata Akbar, sebanyak 30 personel polsek dan polres disiagakan untuk berjaga di lokasi. Keesokan harinya, Selasa (5/11), pasukan ditarik karena situasi dianggap kondusif.
“Pasca-kejadian itu ada sekitar 30 personel berjaga di sana sekitar sehari. Sekarang sudah tidak dijaga karena situasi sudah membaik, karena eskavator sudah diangkut pulang pemilik. Saat itu masih dijaga karena warga Salipolo mengancam kalau tidak diangkat alat eskavator, mereka akan membakar,” cerita Akbar.
Ketika ditanya hal apa yang membuat Akbar nekat melindungi penambang yang hendak dikeroyok warga, Akbar mengaku teringat dengan almarhum kakaknya.
“Terus terang dulu saya punya kakak meninggal, sama dalam kejadian kaya gini. Waktu saya kecil, saya punya kakak meninggal karena dianiaya beramai-ramai orang. Nah saya terinspirasi, seandainya ada orang yang selamatkan saya punya kakak seperti yang saya lakukan, mungkin saya punya kakak masih hidup,” ungkap Akbar.
“Orang tua saya bilang kakak saya nggak tahu apa-apa, dihadang di jalan, dibunuh ramai-ramai. Itulah yang terlintas di pikiran saya. Waktu itu kakak saya nggak ada yang bantu, makanya dalam hati saya, saya ingin kasih liat kakak saya, walaupun dia almarhum, harus kasih bangga dia karena adiknya ini masih bisa menyelamatkan orang yang dalam kondisi seperti dia dengan bantuan Allah,” sambung Akbar.
Terkait akar masalah bentrokan, Akbar mendapat kabar telah dilakukan pertemuan antara perwakilan warga Salipolo dengan PT ASR dan pemerintah setempat di Makassar. Untuk sementara waktu, tambah Akbar, kegiatan tambang pasir di Desa Salipolo dilarang.
“Saya dapat info bahwa pihak tambang dilarang melakukan operasi. Menurut masyarakat kalau dilakukan penambangan, secara kasat mata mereka punya kampung dikelilingi tanggul besar. Saat beberapa tahun lalu kejadian tanggul jebol, kampung mereka kebanjiran. Makanya mereka sangat khawatir tanggul-tanggul akan roboh kalau ada penambangan,” imbuh dia.