Waspada Penyakit Alzheimer, Menua Tidak Harus Pikun
JAKARTA – Penyakit Alzheimer (salah satu jenis demensia) yang ditandai dengan penurunan daya ingat, penurunan kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku dianggap hanya dialami orang tua paruh baya.
Namun, berdasarkan riset yang dikeluarkan The Alzheimer’s Society pada 2014, sekitar 42.000 penduduk usia produktif di Inggris terkena tanda-tanda demensia. Sementara di Tanah Air, orang dengan demensia (ODD) diestimasi mencapai 1,2 juta pada 2016. Angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 2 juta pada 2030 sehingga menjadi 4 juta pada 2050 (Alzheimer’s Disease International Report, 2018).
Faktor genetik dan gaya hidup tidak sehat umumnya menjadi penyebab utama. Pikiran negatif seperti galau berkepanjangan, berpikir negatif, stres dan depresi yang dibiarkan dalam waktu lama membuat risiko demensia semakin besar. “Berbagai fakta penelitian menunjukkan faktor hipertensi, diabetes, merokok, kurang tidur, stres, dan kesendirian akan mengakibatkan otak mengerut lebih cepat,” beber dr Yuda Turana SpS, penulis buku Stop Pikun di Usia Muda dalam acara diskusi publik yang diadakan di UNIKA Atma Jaya (UAJ). Demensia Alzheimer (DA) menjadi penyebab pikun yang utama.
Penyakit Alzheimer akan membuat otak pikun dan akhirnya memunculkan gangguan perilaku. Alzheimer mengakibatkan terbentuknya jaringan abnormal di otak seperti plak dan serabut saraf yang tidak beraturan sehingga sinyal di otak terganggu yang mengakibatkan menurunnya fungsi otak.
Selain DA, penyebab kepikunan lain adalah demensia vaskular yang sering ditemukan pada individu dengan faktor risiko hipertensi, diabetes, stroke, dan jantung. DA dimulai dari beberapa gejala, antara lain gangguan memori; gangguan dalam aktivitas sehari-hari; gangguan berbahasa; disorientasi tempat, waktu, orang; gangguan dalam berpikir abstrak; perubahan suasana hati, perilaku, dan kepribadian; serta hilangnya minat dan inisiatif.
Menurut dr Yuda, usia bukanlah satu-satunya faktor utama yang membuat seseorang pikun lebih cepat. Dari penelitian Llewellyn dkk tahun 2018 terungkap bahwa gaya hidup justru lebih berperan menentukan individu terkena demensia. “Dengan kata lain, gaya hidup sehat dapat menurunkan risiko demensia secara bermakna,” ucap dr Yuda.
Karena itu, menjaga pola hidup sehat sejak muda sangat penting seperti dikatakan DY Suharya, Direktur Regional Alzheimer Asia Pasifik dan Founder Alzheimer’s Indonesia. Menurutnya, generasi muda berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup ODD, lansia, dan diri sendiri.
“Dengan ajakan yang kami lakukan, kami harap generasi muda tergerak meningkatkan kualitas hidup diri sendiri dengan menjaga kesehatan fisik dan mental sehingga bisa berperan aktif untuk menciptakan lingkungan ramah demensia dan ramah lansia di Indonesia,” kata Suharya. Hingga kini belum ada medikasi untuk mengobati atau mencegah demensia.
Namun, fakta penelitian menunjukkan bahwa berbagai aktivitas sederhana, seperti olahraga, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, meningkatkan spiritualitas, pola makan sehat, termasuk gaya hidup sehat, dapat mencegah kepikunan. “Olahraga dapat menstimulasi otak secara langsung dan meningkatkan ukuran hipokampus yang merupakan pusat kognitif dan memori,” kata dr Yuda.
Bahkan, olahraga dapat memperbaiki fungsi otak lansia yang sebelumnya telah mengalami penurunan memori. Hidrasi yang cukup juga akan membuat otak bekerja maksimal karena dehidrasi berhubungan dengan volume otak dan fungsi kognitif. Yang mengejutkan, minum kopi mengurangi risiko demensia pada saat usia lanjut.
Penelitian menunjukkan, tiga cangkir kopi sehari memperlambat penurunan fungsi kognitif pada lansia yang belum demensia. Dr Yuda memberikan beberapa tips agar otak bugar di samping yang sudah disebutkan. Di antaranya, mengatasi masalah penyakit menahun, tetap terus belajar, aktif dalam kegiatan sosial, stimulasi mental dengan mengisi TTS, sudoku, bermain catur, memory game dan lainnya, dan aktif dalam kegiatan keagamaan. Jadi, sudah siap menghadapi usia lanjut?