Teknologi Pengobatan ADC, Harapan Baru Pasien Limfoma Hodgkin
Teknologi pengobatan inovatif Antibody Drug Conjugate (ADC) memberi harapan baru bidang onkologi. ADC dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker Limfoma Hodgkin (kelenjar getah bening) yang mengalami kekambuhan. Meski limfoma Hodgkin memiliki angka kesembuhan yang tinggi, namun masih ada kemungkinan kecil (10-30%) kambuh.
Pengobatan Limfoma Hodgkin kambuh adalah kemoterapi dosis tinggi yang dilanjutkan dengan transplantasi sumsum tulang. Regimen kemoterapi untuk kasus Limfoma hodgkin kambuh tidak banyak mengalami perubahandalam 30 tahun terakhir ini. Transplantasi sumsum tulang juga tidak selalu dapat dilakukan pada kasus Limfoma Hodgkin kambuh karena masalah finansial dan
ketidakmampuan fisik terutama pasien-pasien usia lanjut. “Saat ini terdapat inovasi pengobatan non transplantasi dengan Antibody Drug Conjugate (ADC) yang dikategorikan sebagai terapi bertarget. Obat pintar ini berbeda dengan kemoterapi karena mampu mengenali sel Limfoma Hodgkin melalui ikatan antara antibodi monoklonal anti-CD30 dengan CD30 yang berada di permukaan sel Limfoma Hodgkin,” terang Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Medik RSCM.
Pengobatan ini merupakan salah satu bagian dari manajemen tatalaksana kekambuhan non transplantasi dalam bentuk targeted therapy yang menggabungkan monoclonal antibody dan zat sitotoksik serta mampu secara spesifik mengenali dan membunuh sel kanker. Obat pintar ini merupakan kombinasi antibodi dan zat sitotoksik yang disebut ADC.
ADC ini mengandung dua komponen yaitu antibodi monoklonal anti-CD30 yang dinamakan Brentuximab dan monomethyl auristatin E (MMAE) yang merupakan agen anti-neoplastik sintetik dan dinamakan Vedotin. “Sehingga obat pintar ini diberi nama Brentuximab Vedotin (BV),” imbuh dr. Ikhwan.
Ia melanjutkan, BV bekerja dengan cara berikatan dengan CD30 di permukaan sel Limfoma Hodgkin untuk selanjutnya masuk ke dalam sel dan melakukan penghentian siklus kehidupan sel sehingga terjadi apoptosis sel (kematian sel). Dengan demikian, obat pintar ini bekerja dengan mengenali dan menghancurkan hanya sel Limfoma Hodgkin dan tidak menghancurkan sel lain, sehingga efek samping yang ditimbulkannya relatif lebih ringan dibandingkan kemoterapi pada umumnya.
Dr. Adityawati Ganggaiswari, M.Biomed, Direktur MRCCC Siloam Hospital Semanggi mengatakan, jumlah rumah sakit khusus kanker di Indonesia sampai saat ini tidak banyak dan menghadapi berbagai tantangan antara lain sumber daya manusia yang masih perlu dikembangkan.
Jumlah dokter Onkologi masih sangat terbatas dan SDM keperawatan, staf radioterapi, staf kedokteran nuklir yang memiliki keahlian khusus untuk melakukan tindakan spesifik untuk kanker jumlahnya masih kurang, sehingga diperlukan pelatihan khusus bagi SDM tersebut. MRCCC sendiri merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki ijin sebagai rumah sakit khusus kanker tipe A dan melayani 60% pasien kanker dan 40% non kanker.
“Di lapangan, sebagian besar pasien dapat mengakses pelayanan kanker, namun demikian pada pasien BPJS, masih terdapat berbagai tantangan dalam hal ketersediaan obat dan waktu pelayanan mengingat keterbatasan SDM yang tersedia,” terang dr. Adityawati. Kanker Limfoma Hodgkin menyerang kelenjar getah bening yang terletak di leher dan kepala.
Data Globocan 2018 menunjukkan 79.990 kasus baru dengan 26.167 kematian pada tahun 2018 di seluruh dunia. Di Indonesia terdapat 1.047 kasus baru dan 574 orang meninggal pada tahun 2018. Insiden Limfoma Hodgkin biasanya memiliki dua puncak yaitu pada saat usia dewasa muda (20-24 tahun) dan lanjut usia (75-79 tahun).
Limfoma Hodgkin terjadi karena mutasi sel B pada sistem limfatik, dengan hasil deteksi adanya sel abnormal reed-stenberg. LH biasanya menyerang kelenjar getah bening yang terletak di leher dan kepala. Tiga dari 10 pasien akan mengalami kekambuhannya/kegagalannya pada tahun pertama sehingga membutuhkan pengobatan yang lebih agresif namun tetap aman.