SMA Palembang Ciptakan Pasta Gigi dari Limbah Rajungan dan Minyak Jelantah
PALEMBANG – Selama ini masyarakat mengenal pasta gigi sebagai produk untuk merawat kebersihan gigi. Bagaimana jadinya bila pasta gigi dibuat dari limbah yang olahannya bisa bermanfaat untuk bahan utama pasta gigi?
Ide inovatif ini diaplikasikan oleh siswa-siswi SMAN 6 Palembang dalam kompetisi kewirausahaan program Muda Berkarya yang diselenggarakan oleh Shopee, salah satu perusahaan e-commerce bekerja sama dengan Semua Murid Semua Guru (SMSG).
Gallang Abdi Persada bersama rekannya, Fathan Mubina, Sofia Aprilianti, Aisyah Amalia, dan Achmad Rifky Ansyori mewakili sekolahnya mengikuti kompetisi. Mereka berhasil menjadi pemenang pertama dan akan ikut program pendampingan dari Shoppe lewat program bimbel Shopee untuk menjadi lebih ahli dalam hal bisnis dan mewujudkan mimpi mereka menjadi wirausaha muda mandiri dengan berbekal hadiah kompetisi berupa uang Rp30 juta sebagai modal usaha.
Bermula dari ide yang didapat saat pelajaran biologi Gallang dan keempat rekannya mengambil peluang menciptakan produk pasta gigi bermerek Caktadent (singkatan dari cangkang jelantah dental) dengan konsep memberi dampak untuk lingkungan dengan memanfaatkan limbah dari cangkang rajungan yang memiliki kandungan kalsium karbonat tinggi dan minyak jelantah yang bila dipisahkan kandungan asam lemaknya bisa menjadi bahan organik untuk membersihkan gigi.
“Selama ini rajungan menjadi limbah sampah yang merusak lingkungan tapi sebenarnya kandungan kalsiumnya paling tinggi, sementara bahan gliserin yang didapat dari memisahkan asam lemak minyak jelantah keduanya bisa menjadi komponen utama untuk pasta gigi inovasi kami yang herbal alami dan ekonomis karena didapat dari bahan limbah yang biasa dibuang di restoran seafood,” kata Gallang sebagai perwakilan kelompok saat diwawancarai KORAN SINDO dan SINDOnews, Minggu (29/9/2019) usai acara di The Alts Hotel, Palembang.
Berbeda dengan pasta gigi pada umumnya, produk yang dibuat siswa siswi SMA ini sangat ramah lingkungan, tidak menimbulkan busa yang terlalu banyak dan harganya terjangkau karena dibuat menggunakan cangkang rajungan dan minyak jelantah.
Selain itu, biaya untuk memproduksi satu buah kotak Caktadent ini hanya Rp4.000, yaitu untuk membeli kemasan tube dan mencetak mereknya.
Anak-anak SMA yang kreatif ini bahkan telah membuat uji floride dan uji PH yang aman untuk kandungan pasta gigi dan mendaftarkan standart keamanan produk ke BPOM. Produk yang menjadi bahan untuk presentasi dalam program Muda Berkarya juga telah dipasarkan di koperasi sekolah dengan harga Rp10.000 per kemasan 280 gram.
“Sempat ada yang ingin memesan 1000 kotak, namun kami belum sanggup memproduksinya karena masih disibukan kegiatan sekolah. Kami memproduksinya hanya pada hari libur Sabtu dan Minggu, 40 kotak saja per bulan,” jelas Gallang.
Dengan permodalan Rp30 juta setelah memenangkan kompetisi, Gallang dan keempat rekannya ingin menggunakan dana itu untuk memperbesar basis produksi Caktadent, yakni ingin membeli mesin pengaduk agar kapasitas produksi bisa tercapai lebih banyak. Selanjutnya mereka pun siap untuk mengikuti Bimbel Shopee dan pembinaan kelanjutan lainnya dengan Shopee.
“Kriteria penilaian untuk pemenang program Muda Berkarya kita lihat dari sisi inovasi, dampaknya terhadap lingkungan, dan keberlangsungannya apakah bisnis akan berjalan sesuai programnya. Eksekusinya pun nggak hanya bisnis ini jalan tapi bisa menghasilkan untuk jualan online kedepannya,” terang Rezki Yanuar selaku Country Brand Manager Shopee.
Sebagai kota pertama penyelenggaraan program Muda Perkarya, Palembang memiliki anak-anak muda yang berpotensi. Rezki berharap setelah bisa melihat keberlangsungan program, tahun depan akan ada kota lain yang disasar Shopee untuk menggaet anak muda kreatif.