Peran Anak Belajar di Rumah Kurangi Risiko Penularan Virus Corona
JAKARTA – Dibandingkan orang dewasa dan lansia, anak-anak ternyata lebih kuat menghadapi virus corona. Namun, tetap waspada karena mereka bisa menjadi media penularannya.
Hingga dua minggu ke depan, Gubernur DKI Jakarta menetapkan kebijakan belajar di rumah bagi pelajar guna menekan kasus penyebaran virus korona di Ibu Kota. Para pekerja juga diimbau menerapkan Work From Home (WFH). Hal ini sejalan dengan langkah WHO yang sudah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global per tanggal 11 Maret 2020.Virus corona menyerang tanpa pandang bulu termasuk anak-anak. Pada tanggal 13 Maret 2020 diketahui bahwa sudah ada anak Indonesia yang terjangkit infeksi ini.
Menyikapi fakta ini, Dr dr Hartono Gunardi SpA(K), Ketua Bidang 3 PP IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), menegaskan perlunya orang tua mematuhi peraturan belajar di rumah ini bagi anak-anak. “Tujuannya untuk mengurangi risiko transmisi virus corona ini,” kata konsultan tumbuh kembang – pediatri sosial ini.
Sayangnya, masih saja ada orang tua yang memanfaatkan libur dua pekan ini untuk bepergian. Padahal, menurut dr Hartono, masyarakat seharusnya melakukan social distancing. Masyarakat diminta untuk melakukan jaga jarak sosial, mulai dari interaksi face-to-face hingga interaksi fisik.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), social distancing juga berarti menjauhi segala bentuk perkumpulan dan menghindari tempat umum. Intinya membatasi pergerakan manusia.
Dr Hartono mengingatkan untuk tidak membawa anak ke rumah kakek nenek. Mengingat semakin tua semakin tinggi risiko mereka terkena virus ini. “Kebanyakan yang meninggal usia 60-65 tahun,” ujar dr Hartono. Menurutnya, anak dapat terinfeksi, hanya saja gejalanya ringan. Sejauh ini, ditengarai anak-anak memang lebih tahan terhadap Covid-19. Meski begitu mereka akhirnya bisa menjadi pembawa virus (carrier).
Kalau anak-anak yang sedang batuk pilek, dr Hartono menyarankan agar anak tersebut dipisahkan dengan saudaranya yang lain. Peralatan makan dan minum pun antarsaudara harus dibedakan. Anak yang sakit sebaiknya mengenakan masker agar tidak menulari kakak atau adiknya. Sebaiknya orang tua mengedukasi anak mengenai etika batuk. Kalau batuk/bersin, anak harus menutup mulut dan hidung dengan tisu atau lengan baju sehingga percikan/droplet tidak mengenai orang lain.
Pastikan juga anak sering mencuci tangan 20-30 detik dengan sabun di bawah air mengalir. Kalau tidak ada air, boleh pakai hand sanitizer. “Hindari pegang mulut, hidung, mata, dan bersihkan mainan anak atau gagang pintu dengan alkohol minimal 60%,” sarannya. Nutrisi yang baik juga diperlukan untuk menjaga daya tahan tubuh anak.
Manfaatkan waktu ini untuk anak beristirahat dengan sebaik mungkin. Kalaupun mau bermain, sebaiknya bermain sendiri, sementara tidak perlu mengajak teman anak untuk bermain di rumah. Sebaiknya interaksi dengan orang lain dibatasi hingga seminimal mungkin. Ini untuk melindungi anak tertular dari temannya, atau sebaliknya mencegah penularan ke orang lain. Mengingat tidak semua orang yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan gejala sakit.
Perwakilan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Anak IDAI Dr Darmawan B Setyanto SpA(K) menyatakan bahwa infeksi penyakit ini mirip dengan selesma atau common cold dengan gejala seperti batuk, pilek, dan demam sehingga menyulitkan dokter untuk dapat menegakkan diagnosis pasti Covid-19 tanpa adanya kejelasan sumber penularan.
Menurut dr Darmawan, penyakit infeksi di saluran napas ini berpotensi lebih cepat menular. “Sebab kita semua bernapas dan kumannya akan disemburkan lewat percikan saat bernapas, apalagi batuk atau bersin,” urai dr Darmawan. Droplet ini akhirnya mengenai permukaan berbagai benda dan apabila seseorang menyentuh permukaan tadi dan mengusap wajahnya, maka kuman dapat masuk melalui mukosa, yakni jaringan permukaan dalam tubuh di mata, hidung, dan mulut.
Alhasil virus pun masuk ke saluran napas. Adapun Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI Dr dr Anggraini Alam SpA(K), menyatakan bahwa infeksi ini menyebar dengan cepat yang berawal dari Wuhan dan sekarang sudah sampai ke berbagai belahan dunia. Maka itu, dr Anggraini menegaskan perlu adanya self-isolation untuk turut diterapkan pada anak.