Mengenal Ganasnya Kanker Getah Bening yang Menyerang Ria Irawan
Aktris Ria Irawan meninggal dunia setelah berjuang melawan kanker kelenjar getah bening yang dialaminya sejak 2014. Ria Irawan pertama kali divonis menderita kanker endometrium pada 2014. Sempat dinyatakan sembuh, Ria Irawan menjalani berbagai pengobatan seperti kemoterapi.
Sel kanker getah bening yang diderita Ria Irawan dikabarkan sudah menyebar hingga ke otak dan paru-paru hingga membuatnya dirawat intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sejak September 2019.
Apa itu kanker getah bening? Dari dunia kedokteran seperti dikutip dari alodokter, kanker getah bening merupakan kanker yang menyerang sistem limfatik, yaitu bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melawan infeksi. Pakar kedokteran pun masih belum bia memastikan penyebab kanker getah bening. Namun ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang lebih berisiko terkena penyakit ini.
Sistem limfatik memiliki peran penting dalam melawan bakteri dan virus yang dapat menyebabkan infeksi pada tubuh. Sama seperti organ-organ lain di dalam tubuh, sistem limfatik juga dapat terserang penyakit. Salah satu penyakit yang dapat menyerang sistem getah bening ini adalah kanker getah bening.
Penyakit ini dapat memengaruhi bagian mana pun dari sistem limfatik, termasuk kelenjar getah bening, amandel, limpa, timus, usus buntu, dan sumsum tulang.
Kanker getah bening disebut juga dengan limfoma. Secara umum, ada 2 jenis limfoma yang paling sering ditemukan, yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. Perbedaan kedua jenis limfoma ini terdapat pada tipe sel getah bening (limfosit) yang berkembang menjadi ganas.
Penyebab Kanker Getah Bening
Kanker getah bening muncul ketika jumlah sel-sel limfosit di kelenjar getah bening bertambah dengan cepat dan menjadi ganas. Hal ini membuat jumlah sel getah bening menjadi terlalu banyak hingga menyebabkan kelenjar getah bening membengkak.
Sejauh ini, alasan mengapa sel limfosit bisa berkembang menjadi ganas belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan data dari berbagai riset kesehatan, ada beberapa faktor risiko yang dapat membuat seseorang lebih berisiko terkena penyakit ini.
Berikut adalah beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker getah bening:
Kanker getah bening Hodgkin
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko munculnya kanker getah bening Hodgkin meliputi:
-
- Berusia antara 20-40 tahun atau di atas 55 tahun.
-
- Berjenis kelamin laki-laki.
-
- Memiliki keluarga kandung yang terdiagnosis menderita kanker jenis ini.
-
- Menderita infeksi virus Epstein-Barr (EBV) yang dapat menyebabkan mononukleosis.
-
- Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya akibat infeksi HIV atau penggunaan obat penekan sistem kekebalan tubuh.
Kanker getah bening non-Hodgkin
Sedangkan beberapa faktor risiko kanker getah being non-Hodgkin meliputi:
-
- Memiliki sistem kekebalan tubuh melemah.
-
- Menderita penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis atau penyakit celiac.
-
- Berusia di atas 60 tahun. Namun, penyakit ini juga bisa menyerang anak-anak.
-
- Memiliki riwayat penyakit leukimia, infeksi bakteri pylori, atau infeksi virus hepatitis C dan virus Epstein-Barr (EBV).
-
- Memiliki riwayat sering terpapar radiasi nuklir dan bahan kimia beracun, seperti pestisida dan herbisida.
-
- Memiliki berat badan berlebih atau obesitas.
Sebaiknya periksakan diri ke dokter jika Anda memiliki beberapa faktor risiko terkena kanker getah bening seperti di atas, atau jika Anda memiliki gejala yang mungkin menandakan adanya kanker getah bening, seperti:
-
- Pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau lipat paha.
-
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
-
- Sering demam.
-
- Mudah lelah.
-
- Sesak napas.
-
- Gatal-gatal.
-
- Keringat dingin di malam hari.
Untuk memastikan apakah gejala tersebut adalah gejala kanker getah bening atau bukan, dibutuhkan pemeriksaan dokter. Dalam menentukan diagnosis kanker getab bening, dokter akan melakukan biopsi kelenjar getah bening, aspirasi sumsum tulang, tes darah, dan CT scan, MRI, atau PET scan.