Yakin COVID-19 Bocor dari Lab Wuhan, Trump Tuntut China Rp142,9 Kuadriliun
WASHINGTON – Mantan presiden Donald Trump menuntut China untuk membayar USD10 triliun (lebih dari Rp142,9 kuadriliun) kepada Amerika Serikat (AS) dan dunia terkait penanganan pandemi COVID-19 . Dia merasa klaimnya bahwa COVID-19 bocor dari laboratorium di Wuhan menunjukkan kebenaran.
Pernyataan Trump muncul ketika teori asal-usul COVID-19 kembali mendapat sorotan baru-baru ini.
Trump, yang lengser awal tahun ini setelah kalah dalam pemilihan presiden November lalu, telah berulang kali mengeklaim China tidak transparan tentang asal-usul COVID-19 dan menganggapnya bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran ekonomi dunia akibat pandemi.
Klaimnya tentang virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 berasal dari Institut Virologi Wuhan telah dibantah lebih awal oleh para ahli. Namun dalam beberapa pekan terakhir, ada seruan untuk menyelidiki asal-usul COVID-19.
“Sekarang semua orang, bahkan yang disebut ‘musuh’, mulai mengatakan bahwa Presiden Trump benar tentang virus China yang berasal dari laboratorium Wuhan. China harus membayar USD10 triliun kepada AS dan dunia untuk kematian dan kehancuran yang mereka sebabkan,” katanya yang dilansir majalah The Week, Jumat (4/6/2021).
Dalam pernyataannya, Trump juga membidik Dr Anthony Fauci yang merupakan Ketua Gugus Tugas COVID-19 AS, dan kerap bentrok dengan mantan presiden itu terkait penanganan pandemi.
Fauci awalnya skeptis terhadap klaim Trump bahwa COVID-19 telah bocor dari laboratorium China. Dalam pernyataannya, Trump mengatakan, “Korespondensi antara Dr Fauci dan China berbicara terlalu keras untuk diabaikan siapa pun.”
Trump merujuk pada email Fauci yang dirilis oleh pemerintah AS di mana dia diberitahu di awal pandemi bahwa virus itu memiliki “fitur yang tidak biasa”.
Partai Republik menunjuk ke email yang menuduh Fauci mengetahui pekerjaan di Institut Virologi Wuhan sejak awal.
“[Partai] Demokrat dan media berita palsu bahkan menyebut saya ‘xenophobia’ karena menutup perbatasan AS di tengah-tengah awal wabah,” katanya.
“Pada akhirnya, kami melihat ini adalah keputusan yang menyelamatkan nyawa, dan juga dengan menutup perbatasan kami ke Eropa, khususnya ke negara-negara tertentu yang sangat terinfeksi,” katanya.