Virus Corona Picu Pemecatan ART di Hong Kong
NAGALIGA — Penyebaran virus corona atau Covid-19 memicu berbagai kasus pemecatan pekerja rumah tangga imigran di Hong Kong. Pemecatan terjadi karena pertengkaran hingga majikan yang mulai kehilangan pekerjaan dan meninggalkan tempat tinggalnya.
Salah satunya terjadi pada Jennifer (46), pekerja imigran asal Filipina. Ia menuturkan pemecatan terjadi usai pulang dari sebuah misa gereja setelah hampir seharian pergi dari rumah majikan.
Padahal, kepergiannya itu dilakukan di hari libur, namun majikannya khawatir akan kondisi kesehatan usai Jennifer berada di luar rumah. “Ketika saya kembali, mereka meminta kartu akses apartemen dan menyuruh saya untuk mengepak barang-barang saya segera,” ungkapnya seperti dikutip dari South China Morning Post, Minggu (1/3).
Begitu pula dengan Normelinda (34), pekerja imigran yang juga berasal dari Filipina. Ia juga dipecat karena majikannya kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membayarnya.
“Majikan saya memberi tahu saya bahwa dia kehilangan pekerjaan. Dia bilang dia tidak punya uang untuk membayar saya. Dia tidak membayar saya sebulan penuh dan hanya memberi saya gaji setengah bulan,” tuturnya.
Bahkan, menurutnya, majikannya juga menolak untuk membelikannya masker dan peralatan pembersih tangan. Majikannya justru menyuruhnya untuk membeli sendiri. Di sisi lain, menurut Normelinda, mencari pekerjaan baru juga sulit dilakukan. Ia mengaku sudah mencoba empat agensi dan lima wawancara kerja, namun tak kunjung mendapat pekerjaan.
“Saya telah mencoba setiap hari, pergi ke agen, mencoba mencari majikan secara online. Tapi situasinya tidak baik dan banyak majikan sedang berlibur di negara lain,” ucapnya.
Direktur Manajemen Kasus HELP for Domestic Workers di Hong Kong, Manisha Wijesinghe mengatakan kasus pemecatan meningkat di tengah wabah virus corona. Umumnya, pemecatan diawali oleh pertengkaran antara majikan dan pekerja.
Ia menduga para majikan salah mengerti kebijakan dari Departemen Tenaga Kerja yang sebelumnya meminta agar para pekerja rumah tangga tetap tinggal di rumah majikan mereka. Hal ini untuk mengurangi risiko terinfeksi virus corona.
Namun, para majikan rupanya banyak yang lebih memilih untuk memutuskan hubungan kerja dengan pekerja rumah tangga mereka. Sebab, mereka khawatir pekerja terkena virus karena tidak berada di rumah.
“Masalah yang lebih kontroversial yang kami lihat sejauh ini adalah pekerja yang meninggalkan rumah pada hari libur mereka dan kemudian mereka dipecat,” katanya.
Saat ini, Manisha mencatat setidaknya sudah ada delapan kasus pemecatan pekerja rumah tangga seperti yang dialami Jennifer. Sayangnya, penyebaran virus corona telah membuat penanganan atas pengajuan keberatan kasus terhambat.
Sebab, Departemen Tenaga Kerja dan beberapa layanan pendukung tutup di tengah maraknya wabah corona. Sementara pekerja yang telah putus kontrak dari majikannya terancam dipulangkan ke negara asal.
Kebijakan pemerintah Hong Kong menyatakan pekerja asing hanya boleh di negara tersebut selama 10 hari usai putus kontrak. Sedangkan pengajuan perpanjangan visa sementara pun tidak bisa dilakukan.
Di sisi lain, para pekerja tidak bisa langsung pulang ke negara asal karena beberapa negara masih memberlakukan larangan perjalanan dari dan ke negara-negara dengan kasus virus corona. Misalnya, pada kasus Jennifer, Filipina telah mengeluarkan larangan sementara untuk perjalanan ke China, termasuk Hong Kong dan Makau.
Direktur Pelaksanaan Pusat Layanan Ketenagakerjaan Hong Kong Teresa Liu Tsui-lan menyatakan pemutusan kerja sama kerja memang terjadi, namun permintaan pekerja baru tetap ada.
“Masih ada banyak majikan yang mencari, yang akan segera memiliki bayi atau (untuk menggantikan) pekerja yang menyelesaikan kontrak,” ujarnya.
Hong Kong sendiri merupakan salah satu basis pekerja imigran di Asia. Saat ini setidaknya ada 40 ribu pekerja imigran di negara tersebut, di mana mayoritas berasal dari Filipina dan Indonesia.