Turki Jadi Tuan Rumah Dialog Rusia dan Ukraina
ANKARA — Dialog putaran berikutnya antara delegasi Rusia dan Ukraina akan berlangsung di Turki. Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan pembicaraan melalui telepon pada Ahad (27/3/2022), dan sepakat untuk mengatur putaran pembicaraan berikutnya antara delegasi Rusia dan Ukraina di Istanbul.
“Dalam pembicaraan itu, para presiden membahas perkembangan terakhir dalam perang Rusia-Ukraina dan proses negosiasi. Presiden Erdogan dan Presiden Putin sepakat untuk mengatur pertemuan berikutnya antara delegasi Rusia dan Ukraina di Istanbul,” kata pernyataan Kantor Kepresidenan Turki, dilansir kantor berita TASS, Senin (28/3/2022).
Erdogan mengatakan kepada Putin bahwa, Turki akan melanjutkan upaya mediasi untuk membangun perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Kantor Kepresidenan Turki mengatakan, Presiden Erdogan menekankan perlunya mencapai gencatan senjata dan perdamaian antara Rusia dan Ukraina secepat mungkin, dan meningkatkan situasi kemanusiaan di kawasan itu.
“Presiden Erdogan menambahkan bahwa Turki akan terus memberikan kontribusinya untuk proses ini,” ujar pernyataan Kantor Kepresidenan Turki.
Sementara itu, pembantu presiden Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan di saluran Telegramnya bahwa putaran reguler pembicaraan secara virtual dengan Ukraina diadakan pada Ahad (27/3/2022). Rusia dan Ukraina sepakat untuk bertemu secara offline atau tatap muka pada 29-30 Maret.
Putaran pertama pembicaraan Rusia-Ukraina diadakan di wilayah Gomel, Belarusia pada 28 Februari. Pembicaraan berlangsung selama lima jam. Kemudian pembicaraan putaran kedua diadakan pada 3 Maret di Belovezhskaya Pushcha, Belarus. Delegasi Rusia dan Ukraina kembali bertemu untuk pembicaraan putaran ketiga pada 7 Maret, di wilayah Brest, Belarus. Putaran dialog lebih banyak diadakan dalam format virtual.
Pada 24 Februari, Presiden Putin mengumumkan operasi militer khusus sebagai tanggapan atas permintaan bantuan oleh kepala republik Donbass. Dia menekankan bahwa, Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina. Tetapi bertujuan untuk demiliterisasi dan denazifikasi di Ukraina. Termasuk mengalahkan unit bersenjata nasionalis, yang secara langsung bertanggung jawab atas genosida di Donbass.