Tujuh Anggota Parlemen Pro Demokrasi Hong Kong Ditahan
HONG KONG – Setidaknya tujuh anggota parlemen pro demokrasi Hong Kong telah ditahan atau terancam ditangkap, Sabtu (9/11/2019). Langkah ini diperkirakan akan meningkatkan kemarahan publik sehari setelah kematian seorang mahasiswa terkait dengan protes anti pemerintah selama berbulan-bulan.
Sebuah pernyataan pihak kepolisian Hong Kong mengatakan, tiga anggota parlemen telah ditahan dan dituduh menghalangi majelis lokal selama pertemuan pada 11 Mei tentang RUU ekstradisi. RUU itu sendiri kini telah dibatalkan setelah memicu protes selama lima bulan yang berubah menjadi seruan reformasi demokrasi.
Sejumlah politisi lainnya telah menerima panggilan ke kantor polisi untuk ditangkap.
Gary Fan, salah satu anggota parlemen yang menerima pemberitahuan polisi, mengatakan penangkapan itu adalah “taktik kotor” yang menambah bahan bakar ke api.
“Ini adalah penindasan politik. Orang-orang dapat melihat dengan jelas bahwa (pemimpin Hong Kong) Carrie Lam terus bersembunyi di belakang polisi dan sekarang menggunakan sistem hukum untuk melawan gerakan tersebut,” katanya seperti dikutip dari AP.
Anggota parlemen pro-demokrasi mengecam tindakan keras pemerintah sebagai langkah yang dipersiapkan untuk memprovokasi lebih banyak kekerasan sebagai alasan untuk menunda atau membatalkan pemilu distrik pada 24 November mendatang. Pemilu distrik dipandang sebagai barometer sentimen publik di wilayah semi otonom China itu.
“Kami akan mengatakan tidak pada rencana mereka,” kata anggota parlemen Tanya Chan dalam konferensi pers.
“Ini adalah referendum de facto bagi semua pemilih Hong Kong untuk memberikan suara mereka dan mengatakan tidak kepada kebrutalan polisi dan mengatakan tidak pada sistem kami yang tidak adil. Dan ini jelas kesempatan kita untuk menunjukkan tekad kita,” ucapnya mengacu pada pemungutan suara yang akan datang.
Dia mengatakan pemilu distrik juga akan mengirimkan pesan penting ke Beijing, yang dituduh oleh pengunjuk rasa mengganggu kebebasan dan hak-hak di kota itu yang dijanjikan ketika bekas koloni Inggris kembali ke China pada tahun 1997.
Sekretaris Urusan Konstitusi dan Daratan Patrick Nip membantah penangkapan itu terkait dengan pemilu distrik.
“Tidak ada korelasi antara keduanya. Polisi sedang melakukan pekerjaan mereka dan menyelidiki setiap kasus dan mengambil tindakan yang sesuai,” ujar Nip.
Ia mengatakan pemerintah bertujuan untuk melakukan pemungutan suara dengan lancar dan damai.
Kemarahan telah semakin menjadi terhadap polisi setelah kematian seorang anak berusia 22 tahun Jumat kemarin yang jatuh dari garasi parkir setelah polisi menembakkan gas air mata selama bentrokan baru-baru ini.
Ribuan orang menghadiri berbagai acara peringatan di seluruh kota pada Jumat malam, menyerukan kebenaran dan keadilan bagi Chow Tsz-Lok, mahasiswa yang meninggal pada Jumat pagi karena cedera yang dideritanya.
Kekerasan kemudian meletus dengan polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang membakar jalanan, memblokir jalan-jalan dan merusak toko-toko serta fasilitas publik. Aksi protes dengan massa yang lebih banyak sedang direncanakan pada akhir pekan ini.
Meskipun keadaan jatuh Chow belum diketahui, banyak pihak yang menyalahkan polisi, yang telah dituduh melakukan taktik represif termasuk meluasnya penggunaan gas air mata dan semprotan merica sejak aksi protes yang menuntut reformasi demokratis dimulai pada Juni. Kematiannya juga akan mempersulit upaya pemerintah untuk meredakan ketegangan.
Lebih dari 3.300 orang telah ditangkap sejak dimulainya aksi protes, yang sejak itu meluas hingga mencakup seruan pemilihan langsung untuk para pemimpin kota dan tuntutan lainnya.