Tawaran Suaka Prancis Picu Eksodus Warga Afghanistan
KABUL – Prakarsa Kementerian Luar Negeri Prancis untuk memberikan suaka kepada warga Afghanistan yang bekerja untuk organisasi pemerintah dan non pemerintah negara itu telah memicu eksodus. Tawaran itu juga memicu kritik karena mengirimkan sinyal yang salah pada saat yang kritis.
“Situasi di Afghanistan menjadi sangat mengkhawatirkan,” kata wakil presiden LSM Prancis, Afrane, Tienne Gille.
“Kepergian staf Afghanistan Afrane sudah dekat,” imbuhnya seperti dikutip dari France24, Kamis (1/7/2021).
LSM Prancis Afrane didirikan tak lama setelah penarikan Soviet tahun 1979 dari Afghanistan. Selama lebih dari 40 tahun, organisasi tersebut telah bekerja di lapangan, menyediakan akses pendidikan bagi warga Afghanistan.
Tetapi hari ini, para pejabat dan sukarelawan di Afrane (Amitié franco-afghane, atau persahabatan Prancis-Afghanistan) cemas tentang operasi mereka di Afghanistan.
Dalam hitungan beberapa minggu, LSM tersebut kehilangan hampir semua dari 23 karyawan Afghanistannya, yang akan meninggalkan negara itu di bawah operasi kementerian luar negeri Prancis yang memungkinkan warga Afghanistan yang telah bekerja untuk Prancis dan keluarga mereka mendapatkan suaka.Operasi besar-besaran, yang diluncurkan pada awal Mei, menyangkut sekitar 600 warga Afghanistan. Karyawan Afrane dan keluarga mereka berjumlah sekitar 80 dari jumlah keseluruhan.
Inisiatif Prancis juga menuai kritik dari LSM di lapangan.
Pada awal Juni, kelompok payung LSM Prancis, COFA (Kolektif LSM Prancis di Afghanistan) – di mana Afrane adalah salah satu anggotanya – menulis surat kepada Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mencela keputusan sepihak yang bertentangan dengan kepentingan Afghanistan.
Gille adalah salah satu pejabat LSM yang percaya eksodus besar-besaran warga Afghanistan yang telah bekerja dengan Prancis memainkan peran dalam narasi Taliban dan berarti meninggalkan negara itu.
Afrane telah membangun jaringan besar guru Afghanistan sejak misi yang dipimpin AS di Afghanistan tahun 2001, mendukung 48 sekolah dengan 96.000 siswa yang tersebar di empat provinsi. Sejumlah guru matematika, sains, dan bahasa lokal terdaftar dalam program pelatihan guru, dan eksodus massal membahayakan kegiatan organisasi.”Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi kami, yang mengungkapkan penderitaan penduduk. Kami memahami bahwa karyawan kami ingin memanfaatkan kesempatan ini, yang disajikan oleh Prancis sebagai tawaran ‘sekarang atau tidak sama sekali’,” jelas Gille.
Tetapi dia juga berduka atas hilangnya sumber daya manusia yang terampil di negara itu.
“Afghanistan akan kehilangan orang-orang yang damai dan berpikiran terbuka. Saat ini, yang paling berpendidikan ingin pergi, inti intelektual negara sedang terkuras dan ini berisiko memiskinkan Afghanistan,” ucapnya.
Terlepas dari kemunduran ini, Afrane berencana untuk tinggal di Afghanistan dan merekrut serta melatih guru baru untuk melanjutkan kegiatan pendidikannya dengan siswa Afghanistan sesegera mungkin.
“Kami bertekad untuk melanjutkan proyek kami selama situasi memungkinkan, karena esensi kami, sebagai kemanusiaan, untuk bertindak ketika kondisinya sulit – dan saya bahkan akan mengatakan terutama ketika kondisinya sulit,” tegas Gille.