Taktik Perang Dingin, CIA Bakal Kerahkan Spesialis China untuk Lawan China
WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) berencana mengerahkan para spesialis China untuk menghadapi Beijing dalam persaingan yang semakin memanas. Rencana ini dipaparkan Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) William Burns.
CIA mengakui cara tersebut meniru apa yang sudah dilakukan Amerika ketika terlibat Perang Dingin dengan Uni Soviet di masa silam.
“Selama Perang Dingin, baik di Departemen Luar Negeri maupun di CIA, kami dengan tepat mengerahkan spesialis Soviet untuk membantu memastikan bahwa kami dapat bersaing secara efektif,” kata Burns dalam sebuah wawancara hari Kamis dengan NPR yang dilansir Jumat (23/7/2021).
“Saya pikir hal yang sama juga benar dan ini adalah salah satu hal yang saya jajaki sekarang, untuk menyebarkan spesialis China—apakah itu petugas operasi, analis, juga teknolog—untuk membuat kami lebih efektif dalam kompetisi tersebut, dalam persaingan di lapangan juga,” lanjut Burns.
Burns mengatakan China adalah tantangan geopolitik terbesar bagi AS di abad ke-21, dan bahwa sektor teknologi adalah area persaingan terbesar antara kedua negara.
Burns menambahkan kemampuan pengawasan teknis canggih China seperti smart cities [kota pintar] telah membuatnya tetap berada di depan dinas intelijen China dan melakukan spionase di luar negeri menjadi jauh lebih rumit.
Sebagai respons, kata Burns, CIA juga harus mengubah keahliannya sendiri.
Dalam wawancaranya, bos CIA juga menuduh Rusia berada di balik apa yang disebut seragan “sindrom Havana” yang memengaruhi kesehatan para diplomat AS di Kuba. Hanya saja, tuduhan ini tak disertai dengan paparan bukti.
“Bisa saja, tapi sejujurnya saya tidak bisa—saya tidak ingin bersugesti sampai kita dapat menarik kesimpulan yang lebih pasti siapa itu. Tapi ada beberapa kemungkinan,” kata Burns ketika ditanya apakah Rusia berada di belakang serangan “sindrom Havana”.
Selama bertahun-tahun, tuduhan serupa terhadap Rusia tentang jenis serangan ini telah muncul di media Amerika dari waktu ke waktu, di mana Moskow berulang kali menyangkalnya.
Pada tahun 2017, Kementerian Luar Negeri Rusia menganggap tuduhan AS itu benar-benar tidak masuk akal dan aneh.