Supermaket Keliling, Bisnis Baru di Jerman di Tengah Pandemi
Dua karyawan pusat penitipan anak di negara bagian Brandenburg alih profesi di tengah pandemi dan mendirikan perusahaan baru: Supermarket Keliling. Di masa pandemi, banyak warga di daerah terpencil menyambut kehadiran mereka.
Di desa Neuhausen, negara bagian Brandenburg, di Jerman bagian timur memang tidak ada supermarket. Supermarket terdekat ada di kota Cottbus, sekitar 12 kilometer dari Neuhausen.
Bagi mereka yang memiliki kendaraan, terutama yang masih muda, mungkin bukan persoalan besar untuk berbelanja setiap hari di Cottbus. Tapi bagi yang berusia lanjut atau tidak punya kendaraan, melakukan perjalanan sejauh itu jadi persoalan besar. Apalagi angkutan umum di daerah pedesaan jarang sekali lewat.
Tapi sejak beberapa bulan, ada fasilitas baru yang sangat membantu: Supermarket Keliling, yang melayani sekitar 50 desa di sekitar Cottbus. Dua orang muda mengubah bus tua Peugeot Boxer 50 menjadi supermarket. Di setiap desa mereka berhenti menurut jadwal tertentu di tempat yang telah ditentukan.
“Saya membeli cukup banyak hari ini, tidak hanya untuk saya tetapi juga untuk tetangga saya,” kata Hildegard Bläske, yang berusia 90-an tetapi masih bersepeda. “Supermarket keliling adalah ide yang bagus, dan saya telah menggunakannya sejak saya mengetahuinya melalui selebaran di kotak surat saya.”
Alih profesi
Di era Jerman Timur sebelum reunifikasi Jerman, toko-toko kelontong kecil masih banyak ditemui di setiap desa. “Anda bisa mendapatkan semuanya di sini, tanpa pergi ke mana pun”, kata Hildegard Bläeske menceritakan masa itu.
Sejak reunifikasi, toko-toko itu tutup, tidak ada yang tersisa. “Sangat bagus sekarang ada Supermarket Keliling yang datang untuk menyelamatkan kita.”
Ulrich Geis dan Cindy Lindemann adalah dua pengusaha muda di belakang supermarket keliling itu. Keduanya berusia awal 30-an, mantan karyawan pusat penitipan anak yang beralih profesi jadi pengusaha. Langkah ini bukan tanpa risiko.
“Waktu ada pandemi yang terus berlanjut, pekerjaan kami jelas dan tidak memuaskan lagi. Sebagian besar anak-anak harus tinggal di rumah,” kenang Ulrich Geis.
“Itu juga berdampak pada kami dan mendorong kami memulai sesuatu yang berbeda sama sekali. Jika supermarket keliling ini menjadi kisah sukses, itu akan menjadi kesuksesan kami. Jika kami gagal, hanya kami yang bisa disalahkan,” lanjutnya.
Pandemi memacu semangat wirausaha
Ulrich Geis mengatakan, gagasan untuk membuka supermarket keliling sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi masa pandemi akhirnya membuat mereka membulatkan tekad untuk benar-benar mewujudkannya.
“Siapa sih orang lanjut usia mau mau naik bus pulang pergi — bus yang datang hanya dua kali sehari,” katanya. “Dan ke supermarket yang penuh dengan begitu banyak orang malah jadi risiko untuk orang yang takut tertular,” tambahnya.
Supermarket keliling bagi banyak pelanggan bukan hanya sekadar tempat berbelanja kebutuhan sehari-hari, melainkan juga tempat pertemuan. Khususnya orang-orang berusia lanjut senang bercakap-cakap dengan kedua orang muda itu dan saling bertukar berita lokal.
“Itu sudah menjadi bagian dari konsep kami sejak awal,” tutur Ulrich Geis. “Kami tidak hanya berhenti sebentar, menjual barang-barang, lalu cepat-cepat pergi. Kami tinggal lebih lama di setiap desa dan menyediakan waktu juga mengobrol dengan orang-orang. Kami percaya itu sangat penting.”