Studi: Satu dari Lima Pasien COVID-19 Kena Sakit Mental dalam 90 Hari
LONDON – Banyak penyintas COVID-19 cenderung berisiko lebih besar terkena penyakit mental. Peringatan ini diungkapkan setelah penelitian besar menemukan 20% dari mereka yang terinfeksi virus corona didiagnosis mengalami gangguan kejiwaan dalam waktu 90 hari.
Kecemasan, depresi, dan insomnia adalah yang paling umum di antara pasien COVID-19 yang pulih. Penelitian ini menyoroti masalah kesehatan mental.
Para peneliti dari Universitas Oxford Inggris juga menemukan risiko demensia yang lebih tinggi secara signifikan. Demensia merupakan kondisi gangguan otak.
“Para dokter dan ilmuwan di dunia sangat perlu menyelidiki penyebabnya dan mengidentifikasi perawatan baru untuk penyakit mental setelah COVID-19,” papar Harrison.
Dia menambahkan, “Layanan (kesehatan) harus siap memberikan perawatan, terutama karena hasil penelitian kita cenderung meremehkan (jumlah pasien psikiatri).”
Studi yang diterbitkan jurnal The Lancet Psychiatry menganalisis catatan kesehatan elektronik dari 69 juta orang di Amerika Serikat, termasuk lebih dari 62.000 kasus COVID-19. “Temuan itu kemungkinan besar akan sama untuk mereka yang terjangkit COVID-19 di penjuru dunia,” ujar para penelitiDalam tiga bulan setelah dites positif COVID-19, 1 dari 5 orang yang selamat tercatat memiliki diagnosis kecemasan, depresi, atau insomnia untuk pertama kali. “Ini dua kali lebih mungkin dibandingkan kelompok pasien lain pada periode yang sama,” ungkap para peneliti.
Studi ini juga menemukan orang dengan penyakit mental yang sudah ada sebelumnya, 65% lebih mungkin didiagnosis dengan COVID-19, daripada mereka yang tidak memiliki penyakit mental.
Pakar kesehatan mental yang tidak terlibat langsung dengan penelitian tersebut mengatakan temuan itu menambah bukti bahwa COVID-19 dapat memengaruhi otak dan pikiran, meningkatkan risiko berbagai penyakit kejiwaan.
“Hal ini kemungkinan besar disebabkan kombinasi stres psikologis yang terkait dengan pandemi khusus ini dan efek fisik dari penyakit tersebut,” papar Michael Bloomfield, konsultan psikiater di University College London.
Simon Wessely, profesor psikiatri regius di King’s College London, mengatakan temuan bahwa mereka yang memiliki gangguan kesehatan mental juga berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 memperkuat temuan serupa dalam wabah penyakit menular sebelumnya.
“COVID-19 memengaruhi sistem saraf pusat, dan dengan demikian dapat secara langsung meningkatkan gangguan selanjutnya. Tapi penelitian ini menegaskan itu bukan cerita keseluruhan, dan bahwa risiko ini meningkat karena sakit sebelumnya, ” ujar dia.
Marjorie Wallace, kepala eksekutif dari badan amal kesehatan mental Inggris SANE, mengatakan penelitian tersebut memperkuat pengalaman amalnya selama pandemi.
“Saluran bantuan kami menangani peningkatan jumlah penelepon pertama kali yang dipicu oleh masalah kesehatan mental, serta mereka yang kambuh karena ketakutan dan kecemasan mereka menjadi tidak dapat ditoleransi,” pungkas dia.