Strategi Swedia Perangi Covid-19 dengan Lindungi Kaum Manula
STOCKHOLM – Ketika sebagian Eropa masih menjalani isolasi wilayah dalam menghadapi virus corona (Covid-19), hal berbeda ditunjukkan Swedia. Restoran dan bar di negara Skandinavia tersebut tetap buka. Tempat bermain dan sekolah tetap beroperasi dengan normal.
Apa yang diandalkan Swedia? Pemerintah hanya bergantung pada tindakan sukarela warganya untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Tindakan kontroversial Swedia tersebut disebut dengan herd (kawanan) atau kekebalan kelompok seperti disebut Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump pun mengejek kebijakan tersebut karena dia memprediksi Swedia akan mengalami hal buruk.
Tapi, Pemerintah Swedia tetap percaya diri bahwa kebijakan itu akan bekerja. Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde mengungkapkan, apa yang diungkapkan Trump itu salah. “Swedia mengikuti teori kekebalan kelompok yang membiarkan orang bisa menangkap virus untuk melindungi dari kelemahan dan populasi negara itu akan membangun imunitas terhadap penyakit,” katanya, kepada Swedish TV.
Strategi yang diterapkan Swedia, menurut Linde, tidak ada isolasi wilayah. “Kita bergantung dengan tanggung jawab masyarakatnya,” ujarnya.
Anders Tegnell, pakar epidemi di Swedia, apa yang dilakukan masyarakat justru baik. “Itu menghasilkan hasil berkualitas. Fasilitas kesehatan Swedia juga bisa menangani pandemi dengan cara yang hebat,” tuturnya.
Otoritas Swedia juga masih mengizinkan pertemuan dalam jumlah besar tidak seperti negara Eropa lainnya. Dua hari setelah Spanyol memberlakukan isolasi wilayah pada 14 Maret lalu, Pemerintah Swedia hanya meminta warganya rajin mencuci tangan dan bertahan di rumah jika sakit. Pada 24 Maret, Pemerintah Swedia baru melarang warganya berkumpul di bar dan restoran. Tapi, fasilitas publik masih tetap buka.
Tegnell membela keputusan sekolah bisa menjalankan aktivitas. “Penutupan sekolah menjadikan dampak pada kesehatan karena banyak orang tidak lagi kembali bekerja. Banyak anak-anak semakin menderita karena mereka tidak pergi ke sekolah,” ujarnya.
Elisabeth Liden, seorang jurnalis di Stockholm, mengungkapkan ibu kota kini tidak terlalu padat. Kereta bawah tanah juga tidak terlalu padat. Sebagian warganya mematuhi rekomendasi untuk menjaga jarak. “Banyak warga Swedia tidak lagi mencium pasangannya. Mereka juga tidak menggelar pesta Paskah,” katanya.
Fokus Swedia adalah melindungi komunitas manula. Orang yang berusia di atas 70 tahun diminta tinggal di rumah dan membatasi kontak fisik. Seorang pejabat Swedia mengungkapkan, banyak warga marah karena dilarang mengujungi panti jompo. “Virus korona umumnya menyebar luas kepada orang manula dan menyebabkan jumlah korban bertambah banyak,” kata pejabat yang tidak disebutkan namanya.
Anehnya, kebijakan Swedia itu justru dipandang skeptis oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Mereka mengatakan, rendahnya penyebaran virus Covid-19 di Swedia karena peningkatan kapasitas sistem kesehatan, jaga jarak, dan komunikasi yang baik dengan masyarakat. “Seluruh masyarakat bekerja mencegah peningkatan skala infeksi,” ungkap juru bicara WHO di Eropa.
Apa yang dilakukan Pemerintah Swedia tak didukung ilmuwan di negara tersebut. Beberapa dokter Swedia menulis surat terbuka agar warga menghindari pertemuan di bar dan pusat perbelanjaan. “Kita belum menang dalam pertempuran ini. Ini mengerikan,” ucap Cecilia Soderberg-Naucler, pakar virus di Institut Karolinska, Swedia. Dia tetap menyarankan isolasi di Swedia.