Putin akhirnya akui operasinya di Ukraina adalah perampasan wilayah
Kekaguman Vladimir Putin pada Tsar Pyotr yang Agung sudah banyak diketahui khalayak umum, tetapi sekarang ia tampaknya juga memandang dirinya sebagai ‘Agung’.
Secara terang-terangan Putin membandingkan dirinya dengan sang tsar Rusia, menyamakan invasi ke Ukraina dengan aksi ekspansionis Pyotr sekitar tiga abad lampau, dan membuat pengakuan paling tegas sejauh ini bahwa perang yang ia lancarkan adalah perampasan wilayah.
Ambisi membangun kekaisaran yang diperlihatkan Putin menjadi pertanda buruk bagi Ukraina dan membuat kesal negara-negara tetangganya yang lain, termasuk Estonia, yang menyebut komentarnya “sama sekali tidak bisa diterima”.
Komentar tersebut dilontarkan sang presiden Rusia saat menemui para ilmuwan dan wirausahawan muda. Sebelum bicara tentang teknologi informasi dan pengembangan teknologi, Putin bicara tentang politik dan kekuasaan: hal yang ia lihat sebagai pertarungan baru untuk dominasi geopolitik.
Dalam pidato itu, ia mengatakan kepada audiens bahwa Pyotr yang Agung adalah panutannya.
“Kalian mungkin berpikir ia berperang dengan Swedia, merampas tanah mereka,” kata Putin, merujuk pada Perang Utara yang dilancarkan Tsar Pyotr pada pertengahan abad ke-18 dalam upaya membangun Kekaisaran Rusia yang baru.
“Namun ia tidak merampas apapun; ia merebutnya kembali!” ujarnya, berargumen bahwa Bangsa Slavia sudah tinggal di wilayah itu selama berabad-abad.
“Tampaknya [misi] itu telah jatuh ke tangan kita juga, untuk merebut kembali dan memperkuat,” kata Putin menutup pidatonya, dengan seringai halus yang membuat jelas bahwa ia mengacu kepada Ukraina dan tujuannya di sana.
Rezim Pyotr, menurutnya, adalah bukti bahwa ekspansi Rusia membuatnya semakin kuat.
Belakangan ini Putin sering mengungkit-ungkit masa lalu Rusia, yang selalu dipilih dengan saksama supaya cocok dengan agendanya di masa kini.
Beberapa bulan sebelum ia menyerang Ukraina, ia menulis sebuah esai panjang yang di dalamnya ia berargumen untuk menyangkal hak historis Ukraina untuk eksis.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, Putin mengklaim bahwa itu sekadar “operasi militer khusus” yang terbatas pada wilayah Donbas di timur untuk men-“de-Nazi-fikasi” Ukraina dan melemahkan hal yang dianggap sebagai ancaman bagi Rusia.
Tetapi bahkan saat ia mengucapkan kata-kata ini, pasukannya bergerak ke arah Kyiv dan membombardir wilayah-wilayah barat. Lebih dari 100 hari kemudian, seperlima wilayah Ukraina berada di bawah kontrol militer Rusia, dengan pemerintahan boneka yang berbicara tentang referendum untuk bergabung dengan Rusia.
Dan sekarang Putin merasa cukup berani untuk mengakui bahwa apa yang ia sebut “operasi” kenyataannya adalah okupasi.
Ia juga tampaknya percaya bahwa Barat pada akhirnya akan menerima realitas yang sedang dibangun oleh pasukannya dengan pertempuran di lapangan.
Pada waktu itu, “tidak satu pun negara Eropa” mengakui klaim Rusia pada lahan tempat Pyotr membangun St. Petersburg sebagai ibu kota baru Rusia, kata Putin. Sekarang mereka semua mengakuinya.
Komentar Putin juga membuat marah negara-negara Baltik. Kementerian Luar Negeri Estonia memanggil duta besar Rusia untuk mengecam acuannya kepada serangan Pyotr Agung ke Narva, sekarang di Estonia, saat Rusia “merebut kembali dan memperkuat” wilayahnya.
Namun Putin menggunakan sejarah secara selektif.
Pyotr Agung, meskipun seorang otokrat yang bengis sekaligus pengagum ide-ide, sains, dan budaya Barat. Ia membangun St Petersburg sebagai “jendela ke Eropa” dan berkeliling di benua itu, haus akan pengetahuan untuk mendorong Rusia menuju modernitas.
Pemerintahan Putin yang semakin represif perlahan-lahan menutup jendela ke Barat; perang ke Ukraina telah menyegelnya. Bayangan pemimpin Rusia berkeliling ke Belanda atau Greenwich untuk mencari ide dan inspirasi, seperti yang pernah dilakukan oleh sang Tsar, sekarang tampaknya mustahil.
Ketika Putin memberi kuliah tentang tsar di abad ke-18 kepada para wirausahawan muda, rangkaian kata-kata muncul di belakang mereka: ‘masa depan’, ‘percaya diri’, ‘kemenangan’.
Rusia bertekad untuk menunjukkan pembangkangan di hadapan kecaman dan sanksi dari Barat, dan Putin sendiri jelas-jelas tampak santai alih-alih terpojok.
Tetapi mungkin ada pelajaran lain dari buku sejarah.
Pyotr yang Agung memang akhirnya berhasil menaklukkan wilayah dari Baltik sampai Laut Hitam. Namun Perang Utara Raya yang dilancarkan Rusia berlangsung selama 21 tahun.