Prancis Akan Tutup 76 Masjid atas Dugaan Promosikan Separatisme
PARIS – Pemerintah Prancis akan menutup 76 masjid yang dianggap menimbulkan potensi ancaman keamanan. Puluhan masjid itu diduga mempromosikan separatisme.
Langkah ini juga bagian dari kampanye agresif untuk menyingkirkan ekstremisme agama di negara tersebut.
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan pada hari Kamis (4/12/2020) bahwa pihak berwenang menargetkan 76 masjid yang diduga mempromosikan separatisme.
“Di beberapa wilayah terkonsentrasi di negara ini, masjid-masjid jelas anti-Republik,” katanya dalam sebuah wawancara dengan radio RTL.
“Badan intelijen Prancis telah ‘mengikuti’ para imam yang mengkhotbahkan ide-ide yang bertentangan dengan nilai-nilai kami,” ujarnya.
Darmanin menekankan, bagaimanapun, bahwa institusi yang telah diidentifikasi berisiko menimbulkan ancaman keamanan hanyalah sebagian kecil dari lebih dari 2.600 tempat ibadah Muslim di Prancis.
“Dalam beberapa hari mendatang akan dilakukan pengecekan terhadap tempat ibadah tersebut. Jika keraguan ini dikonfirmasi, saya akan meminta penutupan mereka,” tulis dia di Twitter ketika mengomentari hasil wawancara radio tersebut.
Ia juga mengumumkan bahwa 66 migran ilegal yang diduga telah diradikalisasi telah dideportasi.Tindakan keras itu, kata Darmanin, adalah bagian dari serangkaian tindakan pemerintah yang besar dan belum pernah terjadi sebelumnya, yang dirancang untuk membatasi ekstremisme agama di Prancis.
Inisiatif pemerintah ini sebagai tindak lanjut dari serangkaian serangan militan Islamis baru-baru ini di Prancis, yang dimulai dengan pemenggalan guru sekolah Samuel Paty pada bulan Oktober.
Paty menjadi sasaran pembunuhan oleh pengungsi Chechnya setelah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya sebagai bagian dari pelajaran tentang kebebasan berbicara. Hampir dua minggu kemudian, tiga orang tewas dalam serangan pisau di Nice. Tersangka adalah seorang migran Tunisia yang dilaporkan mengalami radikalisasi.
Sebuah masjid yang dituduh menjadi lokasi penghasutan kebencian yang menyebabkan pembunuhan terhadap Paty ditutup pada akhir Oktober.
Menanggapi pembunuhan Paty dan insiden berikutnya yang dikaitkan dengan ekstremisme agama, pemerintah Prancis berencana untuk mengeluarkan undang-undang yang luas yang bertujuan menghentikan separatisme.
Di bawah undang-undang yang diajukan oleh Presiden Emmanuel Macron, setiap anak di Prancis akan diberi nomor identifikasi yang akan digunakan untuk memastikan bahwa mereka bersekolah. Orangtua yang membuat anak-anak mereka tidak bersekolah atau tetap di rumah bisa menghadapi denda dan bahkan hukuman penjara. Tindakan tersebut akan berlaku untuk semua anak, tidak hanya mereka yang berasal dari rumah tangga Muslim.
Undang-undang yang diusulkan akan ditinjau oleh kabinet pemerintah minggu depan.
Macron telah mengambil langkah untuk mengendalikan ekstremisme. Atas desakannya, Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM) telah setuju untuk membuat sebuah organisasi yang akan mengeluarkan akreditasi untuk para imam. Akreditasi dapat dicabut jika para pemimpin agama mendukung pandangan ekstremis.