Pertikaian Politik Pecah AS, Hubungan Republik dan Demokrat Melebar
NEW YORK – Amerika Serikat (AS) mengalami krisis sosial menyusul tingginya sirkulasi pertikaian pendirian politik di media sosial dan jalan raya. Ketegangan itu juga memperlebar hubungan antara Partai Republik dan Partai Demokrat.
Presiden AS Donald Trump bahkan menyebut orang-orang yang berpandangan ekstrem di jalan raya sebagai anggota Demokrat liberal. Dia mengkritik keras aksi anggota Demokrat liberal yang mengganggu stabilitas dan keamanan nasional, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sebelumnya, beberapa aktivis ramai ditangkapi secara misterius di kota-kota. Mereka juga dimasukkan ke dalam mobil van sebagai bentuk teror baru. Trump mengancam setiap kota akan dikunjungi van tersebut jika menganut paham demokrat liberal.
Fenomena itu merupakan wajah buruk bagi AS yang menjunjung tinggi masyarakat madani dan terbuka. Label yang diberikan Trump dan ancaman penangkapan yang hanya didasarkan pada afiliasi politik juga tidak sesuai dengan sistem sosial di AS.
Trump telah menerjunkan pasukan bergaya militer ke lapangan untuk menertibkan para anggota Demokrat liberal. Sebagian besar dari mereka merupakan pegawai Unit Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai Kementerian Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS.Pasukan bermasker itu dilatih untuk menyelesaikan isu-isu yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Namun kini, di bawah perintah Trump yang berseteru dengan pemerintah daerah, pasukan tersebut diturunkan ke jalan raya demi mengawal penerapan konstitusi. “Kami telah mengirimkan tim dari pihak berwenang,” ujar Trump dikutip CNN.
“Kami tidak akan membiarkan New York, Chicago, Philadelphia, Detroit, Baltimore, dan Oakland hancur. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi di negeri ini. Semuanya gara-gara Demokrat liberal,” ujarnya.
Fakta bahwa DHS menerjunkan tim ke lapangan tanpa diskusi dan mandat yang jelas merupakan sebuah keabsurdan. Akibatnya juga besar. Tingkat kekerasan di tempat kerusuhan dan unjuk rasa meningkat.
Di Portland misalnya, sebuah kantor asosiasi polisi ludes dibakar warga yang menggelar protes perlawanan terhadap ketidakadilan suku dan kebrutalan polisi. Kehadiran agen federal itu tidak membuahkan hasil yang lebih baik, bahkan dikritik keras pemerintah daerah sebagai aksi yang sia-sia.
“Masyarakat ditangkap di jalan raya dan dimasukkan ke dalam mobil van atau mobil rental,” ujar Wali Kota Portland, Ted Wheeler. “Sebenarnya, mereka tidak tahu siapa yang menarik mereka ke dalam mobil van. Kami meminta agar agen federal segera meninggalkan jalan raya dan tidak melakukan aksi itu,” katanya.
Kejaksaan Agung AS diminta melakukan penyelidikan atas taktik yang diambil DHS. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS juga mengajukan permintaan serupa. Namun, Trump membela aksi agen federal sebagai bentuk perlindungan terhadap wilayah perkotaan, bukan penghancuran.
Aksi yang dilakukan petugas pemerintah itu memperumit keadaan di AS. Sebab, siapa pemimpin unit itu juga tidak diketahui anggota Senat. Selain itu, DHS untuk pertama kali menurunkan pasukannya dalam meredam unjuk rasa, bukan seperti sebelumnya yang mengawasi imigrasi di perbatasan.“Bapak Presiden telah memecat atau memaksa keluar hampir setiap Senat yang mengetahui pemimpin DHS. Sisanya tidak bisa diandalkan atau tidak berdaya melawan tekanan politik yang sangat hebat,” ujar Carrie Cordero dari Center for a New American Security.
Dari 27 peran DHS, sepuluh di antaranya dipimpin kepala pelaksana tidak tetap atau sementara. Bahkan, tiga agen utama DHS, seperti Badan Bea Cukai dan Imigrasi, Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai, serta Layanan Imigrasi dan Kewarganegaraan selalu dikepalai pejabat sementara dalam tiga tahun terakhir.
Agen tak teridentifikasi dan terkonfirmasi dengan menggunakan mobil tanpa tanda pengenal alias polos menjadi kontroversi baru di AS. Praktik itu bukan sesuatu yang tidak disengaja, melainkan diorganisasi kelompok tertentu untuk menyembunyikan identitas dalam “membersihkan” jalan raya.
Sebelumnya, pengunjuk rasa juga pernah dibubarkan pasukan bergaya militer di Taman Lafayette hingga Gedung Putih pada bulan lalu. Hal itu dilakukan agar Trump bisa melintas. Trump juga menyandingkan kerusuhan di Chicago dengan medan perang di Afghanistan.
Pendirian Trump untuk mempertahankan polisi lokal dari gempuran Demokrat juga tidak bergeming. Para ahli menilai langkah-langkah itu diambil Trump untuk menunjukkan bahwa AS sedang tidak stabil dan hanya pemimpin kuat yang mampu menyelesaikannya.
Trump mengkritisi sikap pemerintah daerah yang dijalankan anggota Demokrat liberal sangat lemah dan tidak berani mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa. Sebaliknya, dia memuji pemerintah yang memulihkan ketertiban umum, sekalipun dengan jalan kekerasan, seperti yang dilakukan di Oregon.
Namun, para pejabat daerah berargumen penerjunan agen federal justru membuat situasi menjadi lebih buruk. Mereka bahkan meminta Trump mencabut pasukan tersebut dari Portland karena hanya meningkatkan ketegangan sosial dan politik.Bagaimanapun Trump tidak mengindahkan tuntutan itu. “Kami mengirimkan pihak berwenang. Kami tidak ingin kekerasan terus berlanjut, terutama di kawasan yang dipimpin Demokrat liberal, seperti di New York, Chicago, Philadelphia, Detroit, Baltimore, dan Oakland,” ujarnya.
Trump justru memuji upaya agen federal dalam meredam unjuk rasa di Portland. Unjuk rasa di Portland telah berlangsung hampir selama 50 hari sejak kematian George Floyd, pria kulit hitam yang tewas dibunuh polisi di Minnesota. Trump merespons protes itu dengan mengirimkan agen federal sejak dua pekan lalu.
Trump mengatakan, Gubernur Oregon dan Wali Kota Portland takut terhadap pengunjuk rasa. “Mereka takut terhadap orang anarkis seperti itu. Itulah alasan kenapa mereka tidak mau menerima bantuan dari kami. Agen federal melakukan kerja yang sangat bagus. Orang yang mereka tangkapi adalah perusuh,” kata Trump.
Agen tersebut diterjunkan melalui perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada akhir bulan lalu. Dengan demikian, tak heran jika mereka bisa melaksanakan misi tanpa memerlukan izin dari pemerintah daerah. DHS juga berencana mengirimkan pasukan serupa sebanyak 150 personel ke Chicago pada pekan ini. Trump menuduh pemimpin Chicago gagal mengendalikan tindak kejahatan di Illinois.